2 Macam Amal Ibadah Manusia yang Bisa Ditempuh untuk Raih Makrifat Allah SWT
Makrifat Allah SWT harus ditempuh dengan ibadah serius
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ulama dan mujadid asal Turki, Badiuzzaman Said Nursi mengungkapkan bahwa manusia diutus ke dunia sebagai tamu dan petugas. Ia diberi sejumlah bakat dan potensi yang sangat penting. Karena itu, ia juga diberi berbagai tugas penting.
Agar dapat menunaikan tugasnya dan bersungguh-sungguh dalam mencapai tujuannya, maka manusia diberi motivasi dan ancaman. Nursi lalu menjelaskan secara global sejumlah tugas manusia berikut landasan ubudiah. Hal itu agar rahasia ahsanu taqwim dapat dipahami.
"Kami tegaskan bahwa setelah datang ke dunia ini, manusia memiliki ubudiah dari dua sisi," kata Nursi dikutip dari buku "Iman Kunci Kesempurnaan" terbitan Risalah Nur Press halaman 43-44.
Sisi pertama, yaitu ubudiah dan tafakkur secara gaib (tidak langsung). Sedangkan sisi kedua adalah ubudiah dan munajat dalam bentuk dialog dan komunikasi langsung.
Nursi menuturkan, sisi pertama tersebut berupa sikap membenarkan disertai ketaatan terhadap kekuasaan rububiyah yang terlihat di alam ini serta melihat kesempurnaan dan keindahan-Nya dengan penuh takjub.
Kemudian sikap mengambil pelajaran dari keindahan goresan Asmaul Husna yang suci serta menyerukan dan memperlihatkannya kepada pandangan sesama makhluk.
"Lalu menimbang permata dan mutiara nama-nama tersebut—sebagai kekayaan maknawi yang tersembunyi—dengan timbangan pengetahuan sekaligus menghargainya dengan penuh rasa hormat yang bersumber dari kalbu," jelas Nursi.
Setelah itu, lanjut dia, bertafakkur dengan penuh takjub di saat menelaah lembaran bumi dan langit serta seluruh entitas yang laksana tulisan pena qudrah.
"Selanjutnya, mengamati hiasan entitas dan kreasi indah dan halus yang terdapat di dalamnya, merasa senang untuk mengenal Pencipta Yang Mahaindah, dan merasa rindu untuk naik ke tingkatan hudhur (hadir) di sisi Sang Pencipta Yang Mahasempurna sekaligus mendapat tatapan-Nya," kata Nursi.
Lebih lanjut, Nursi menjelaskan sisi kedua. Menurut Nursi, sisi kedua adalah tingkatan hudhur (hadir) dan dialog langsung dengan-Nya di mana ia tembus dari jejak menuju pemilik jejak. Ia melihat Sang Pencipta Yang Mahaagung ingin memperkenalkan diri lewat berbagai mukjizat ciptaan-Nya. Maka, ia pun membalasnya dengan iman dan makrifat.
Selanjutnya, ia melihat Tuhan Yang Mahapenyayang menarik simpatinya lewat berbagai buah rahmat-Nya yang indah. Maka, ia pun membalas hal itu dengan menjadikan dirinya sebagai makhluk yang dicinta lewat cinta dan pengabdiannya yang tulus.
Setelah itu, ia melihat Pemberi nikmat Yang Mahapemurah ingin memberikan nikmatnya yang lezat dalam bentuk materi dan immateri. Maka, ia membalas semua itu dengan perbuatan, kondisi, ucapan, lewat seluruh indra dan perangkatnya semampu mungkin dengan bersyukur dan memuji-Nya.
Kemudian, ia melihat Sang Mahaagung Yang Mahaindah memperlihatkan kebesaran dan kesempurnaan-Nya pada cermin entitas. Dia memperlihatkan keagungan dan keindahan-Nya di dalam cermin tersebut sehingga menarik perhatian semua mata.
Maka, ia membalasnya dengan mengucap, “Allahu akbar, Subhanallah” secara berulang-ulang seraya bersujud dengan penuh rasa takjub dan dengan rasa cinta yang mendalam seperti sujudnya orang yang tidak pernah merasa jenuh.
Selanjutnya, ia melihat Dzat Mahakaya menawarkan khazanah dan kekayaan-Nya yang berlimpah. Maka, ia menyikapi hal itu dengan meminta dan berdoa dengan menunjukkan kepapaan disertai penghormatan dan pujian.
Lalu, ia melihat Tuhan Sang Pencipta Yang Mahagung menjadikan bumi sebagai galeri menakjubkan yang memamerkan seluruh ciptaan unik dan langka.
Baca juga: 5 Pilihan Doa Ini Bisa Jadi Munajat kepada Allah SWT Perlancar Rezeki
Maka, kaya Nursi, ia pun menyikapinya lewat ucapan masya Allah sebagai bentuk apresiasi terhadapnya, lewat ucapan barakallah sebagai bentuk penghargaan atasnya, lewat ucapan subhanallah sebagai bentuk ketakjuban terhadapnya, dan lewat ucapan Allahu akbar sebagai bentuk pengagungan terhadap Penciptanya.
Setelah itu, ia melihat Dzat Yang Maha Esa menstempel seluruh entitas dengan stempel tauhid dan cap-Nya yang tak bisa ditiru. Dia tuliskan padanya ayat-ayat tauhid dan Dia tancapkan padanya panji tauhid di cakrawala alam seraya menampakkan rububiyah-Nya.
Maka, ia menyikapi hal itu dengan sikap pembenaran, iman, tauhid, ketundukan, kesaksian, dan ubudiah. Dengan ibadah dan tafakkur semacam itu, manusia menjadi manusia hakiki sekaligus menampakkan dirinya sebagai ahsanu taqwim.
"Maka, dengan keberkahan iman ia layak mendapat amanat besar dan menjadi khalifah yang amanah di muka bumi," jelas Nursi.