Yerusalem yang Dulu Ramai Kini 'Seperti Gurun Pasir'
Turis juga kini makin menjauh dari Yerusalem.
REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Setelah 100 hari lebih perang Israel di Gaza pecah, toko barang antik Rami Nabulsi di Kota Tua Yerusalem tidak ada pembeli. Ia berjalan di trotoar berbatu untuk membuka tokonya setiap hari.
Kota Tua yang dikelilingi dinding kuno dan rumah bagi situs suci Yahudi, Kristen dan Islam biasanya ramai oleh berbagai aktivitas. Padat oleh peziarah dan turis dari berbagai belahan dunia.
Nabulsi mengatakan secara perang pecah daerah itu "seperti gurun pasir." Ia tidak di Kota Suci di Yerusalem Timur, teritorial Palestina. "Yerusalem artinya kota kebahagiaan, kini anda berjalan di kota, bahkan dinding-dinding menangis," kata Nabulsi, Kamis (25/1/2024).
Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan sudah 25.700 warga pemukiman Palestina itu yang tewas dalam serangan Israel yang menggelar operasi militer usai serangan mendadak Hamas pada 7 Oktober lalu. Israel mengklaim Hamas membunuh 1.200 orang dan menculik 240 lainnya untuk ditawan di Gaza.
Sejak itu Israel juga meningkatkan pemeriksaan keamanan di sekitar Kota Tua khawatir gejolak menyebar terutama di sekitar situs-situs suci. Data dari pihak berwenang bandara Israel menunjukkan lalu lintas bandara internasional Ben Gurion dekat Tel Aviv pada bulan November turun 78 persen dibanding tahun sebelumnya dan 71 persen pada bulan Desember.
Hotel dan bisnis pariwisata lainnya di Betlehem, Tepi Barat mengatakan mereka mengalami Natal terburuk sepanjang sejarah. Setiap harinya orang Yahudi, Nasrani dan muslim melewati gerbang Kota Tua untuk beribadah atau sedikit berbelanja.
Nabulsi mengatakan kini seluruh deretan toko menutup pintu mereka. Pedagang lebih memilih untuk menghemat pengeluaran. Tokonya masih buka, tapi hampir tidak ada kegiatan. Ia duduk di luar sambil membaca koran, memberi makan kucing-kucing tetangga dan membersihkan rak-rak kayu, sambil menunggu pelanggan.