Kelas Menengah Tanggung, Bukan Penerima BLT tapi Bayar UKT Megap-Megap
Perlu dipertimbangkan realokasi anggaran untuk menyokong mahasiswa kelas menengah.
REPUBLIKA.CO.ID, Beberapa waktu terakhir lini masa ramai membicarakan tentang pembayaran uang kuliah tunggal (UKT) Institut Teknologi Bandung (ITB) dapat dilakukan dengan skema pinjaman melalui aplikasi. Bunga yang ditawarkan untuk mahasiswa adalah 1,75 persen per bulan.
Postingan yang ramai di platform X dan TikTok ini tentu saja menimbulkan kericuhan di tengah masyarakat. Bagaimana mungkin kampus sekelas ITB malah menyarankan mahasiswanya untuk membayar UKT dari hasil pinjaman online (pinjol)?
Pinjaman online melalui aplikasi Danacita ini adalah salah satu opsi yang diberikan ITB agar mahasiswa dapat melanjutkan kuliah. Pembayaran melalui pinjol dinilai akan meringankan mahasiswa agar tidak memiliki tunggakan UKT yang akan berdampak buruk ke depan.
Dalam simulasi yang viral di media sosial, pembayaran UKT sebesar Rp 12,5 juta tersebut dapat dicicil dengan Danacita selama 12 bulan. Nominal pengajuan biaya pendidikan tersebut dapat dicicil per bulan dengan biaya Rp 1.291.667. Ini terdiri dari rincian durasi pembayaran 12 bulan, biaya bulanan platform 1,75 persen dan biaya persetujuan 3,00 persen.
Jika ditotal, pembayaran UKT mahasiswa mencapai Rp 15,5 juta. Ada selisih Rp 3 juta hanya untuk membayar bunga setahun.
Simulasi ini menuai komentar yang sebagian besar negatif. Warganet menyayangkan cara ITB yang mengajarkan mahasiswa ngutang sejak dini. Meskipun terlihat kecil, bunga yang dibebankan cukup besar karena dihitung per bulan.
Kepala Biro Komunikasi dan Humas ITB Naomi Haswanto mengatakan pembayaran melalui Danacita ini hanya salah satu opsi yang diberikan kampus. Pembayaran UKT bisa dilakukan melalui beragam bank, virtual account (VA), hingga kartu kredit. Selain itu, ITB bukan satu-satunya kampus yang menerapkan pembayaran UKT melalui pinjol.
Mereka yang mengalami kendala membayar UKT dapat mengajukan keringanan yang telah dibuka sejak Desember 2023. Naomi mengatakan 1.800 orang telah mengajukan keringanan membayar UKT di Desember tahun 2023. Sebanyak 1.492 orang diberikan keleluasaan untuk mencicil biaya pendidikan, 184 orang diberi kebijakan penurunan besaran UKT satu semester dan 124 orang penurunan UKT permanen hingga lulus.
Pilihan pembayaran melalui pinjol ini tentu menjadi polemik di dunia pendidikan Indonesia. Apalagi, Indonesia memiliki target menciptakan sumber daya manusia (SDM) berkualitas melalui program Indonesia Emas 2045 untuk menyambut puncak bonus demografi.
Pemerintah perlu mempermudah calon....
Seharusnya, pemerintah perlu mempermudah calon SDM berkualitas mengakses pendidikan, terutama pendidikan tinggi yang saat ini dinilai masih mahal. Jika tidak mampu membebaskan biaya pendidikan seperti wajib belajar 12 tahun, pemerintah dapat menyebar bantuan dan keringanan biaya kuliah, terutama bagi mahasiswa yang berasal dari kelas menengah.
Ya, betul, kelas menengah. Kelas menengah saat ini menjadi kelas yang paling sulit bertahan. Pasalnya, mereka dinilai tidak miskin-miskin amat untuk mendapatkan bantuan pemerintah. Di sisi lain, mereka banting tulang dari pagi sampai pagi untuk memenuhi kebutuhan.
Pelajar tidak mampu punya kesempatan berkuliah gratis melalui program bidik misi. Sementara, pelajar dari keluarga kaya tentu tinggal tunjuk kampus mana yang mereka inginkan.
Sementara, keluarga kelas menengah perlu berhitung panjang dan mempertimbangkan berbagai aspek untuk berkuliah karena dana yang dimiliki terbatas. Di sisi lain tidak bisa mengajukan keringanan karena dianggap mampu.
Saya teringat saat pertama kali tahu kalau saya diterima di sebuah universitas negeri beberapa tahun lalu melalui seleksi nasional masuk PTN. Saat itu kondisi keuangan keluarga sedang tidak baik-baik saja.
Di satu sisi, saya berpikir untuk melepasnya dan mencoba lagi tahun depan sampai keuangan keluarga membaik. Di sisi lain, orang tua saya berpikir belum tentu tahun depan bisa diterima. Kalau tidak diterima, tentu pilihannya masuk melalui jalur mandiri yang biayanya akan jauh lebih besar.
Sempat berpikir untuk mengajukan keringanan biaya tapi tentu saja ditolak karena pekerjaan orang tua sebagai abdi negara dianggap mampu. Padahal enggak mampu-mampu banget. Pada akhirnya, entah bagaimana caranya, akhirnya saya bisa berkuliah hingga lulus.
Orang-orang kelas menengah ini perlu menjadi perhatian pemerintah. Kami tidak miskin, cuma sedikit lebih beruntung dari orang miskn, tapi tidak kaya seperti orang yang tiap bulan bisa ganti ponsel dengan keluaran terbaru.
Solusinya? Pemerintah perlu mempertimbangkan realokasi anggaran yang tidak begitu perlu untuk meringankan beban UKT mahasiswa. Misalnya, anggaran rapat yang tidak esensial bisa dipangkas.
Atau memperbanyak penerima beasiswa LPDP dalam negeri agar lebih banyak mahasiswa yang dapat berkuliah dan meningkatkan kompetensi tenaga kerja di Indonesia. Pada akhirnya, ini akan meningkatkan daya saing Indonesia juga, kan?