Adab Pemberi Utang dan Orang yang Berutang
Banyak permasalahan sosial yang timbul karena utang.
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Banyak permasalahan sosial yang timbul dari pinjaman karena banyak orang yang mengabaikan adab yang disyariatkan Islam utang piutang. Padahal, jika pemberi utang dan orang yang berutang mematuhi adab tersebut, maka akan banyak permasalahan yang akan terselesaikan.
Seperti dilansir dari Islamweb, di antara adab pemberi pinjaman adalah menunda peminjam yang tidak mampu membayar pada waktunya dan melepaskan utang tersebut dari pihak yang membutuhkan. Sebaliknya, orang yang berutang harus segera melunasi pinjamannya dan tidak menunda-nunda pelunasannya jika mampu.
Berikut adab bagi pemberi utang (kreditur) dan orang yang berutang (debitur):
Pertama, pemberi utang harus memberi kelonggaran kepada orang yang berutang. Jika telah tiba waktu pelunasannya, maka orang yang berbuat baik kepada saudaranya dan meminjamkan sejumlah uang hendaknya mengingat firman Allah SWT dalam surat Al Baqarah ayat 280:
وَاِنْ كَانَ ذُوْ عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ اِلٰى مَيْسَرَةٍ ۗ وَاَنْ تَصَدَّقُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
Artinya: "Jika dia (orang yang berutang itu) dalam kesulitan, berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Kamu bersedekah (membebaskan utang) itu lebih baik bagimu apabila kamu mengetahui(-nya)." (QS Al-Baqarah [2]:280)
Dalam ayat ini Allah memerintahkan bersabar dan bertoleransi terhadap orang miskin yang tidak dapat melunasi tepat waktu dan agar pemberi utang menunda batas waktunya.
Kedua, kreditur yang menemukan saudaranya membutuhkan pinjaman, maka segera membantunya. Sebagaimana firman Allah SWT, "Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran." (QS al-Maidah: 2). Membantu orang lain yang membutuhkan termasuk tolong-menolong dalam kebaikan.
Ketiga, kreditur tidak boleh mengambil imbalan bersyarat atas jasa pinjamannya. Misalnya, A meminjam uang Rp 10 juta kepada B yang mempersyaratkan pengembaliannya melebihi pokok pinjaman, maka kelebihan tersebut adalah riba jahiliyah yang diharamkan. Hal itu sesuai dengan kaidah "setiap manfaat bersyarat yang diterima kreditur itu riba". Kecuali, jika atas inisiatif debitur (tanpa diperjanjikan) maka dibolehkan.
Keempat, debitur (peminjam) boleh meminjam, tetapi dengan iktikad yang bersangkutan mampu menunaikan utangnya pada masa yang disepakati. Oleh karena itu, tidak diperkenankan meminjam dalam kondisi tidak mampu menunaikan pinjaman tersebut.
Kelima, semaksimal mungkin memenuhi kebutuhan finansial dan fasilitas dalam batas standar (sederhana atau tidak berlebihan) agar tidak menyebabkan defisit dan berutang.