Mahfud Mundur, Hasto Tegaskan Kader PDIP Tetap Menjadi Menteri

Ada lima kader PDIP yang menempati posisi menteri di bawah Presiden Jokowi.

Republika/Nawir Arsyad Akbar
Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto.
Rep: Nawir Arsyad Akbar Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto mengatakan, pihaknya mencermati dinamika politik yang terjadi saat ini. Termasuk, sikap kadernya yang menjadi menteri dalam kabinet Indonesia Maju era Presiden Joko Widodo (Jokowi).

PDIP menempatkan kadernya di kursi menteri terbanyak dibandingkan partai lainnya. Mereka adalah Seskab Pramono Anung, Menkumham Yasonna Hamonangan Laoly, Mensos Tri Rismaharini, Menpan-RB Abdullah Azwar Anas, dan Menteri PPA Bintang Puspayoga.



"Jadi terus terang, bagi kami PDI Perjuangan, tentu saja, kepentingan bangsa di atas segalanya. Apapun stabilitas politik itu sangat penting di tengah tengah pertarungan geopolitik saat ini, di tengah tengah ancaman krisis ekonomi karena persoalan geopolitik yang belum selesai," ujar Hasto di Kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Kamis (1/2/2024).

Stabilitas Indonesia di tengah kontestasi politik menjadi alasan PDIP mempertahankan para kadernya yang berada dalam kabinet. Berbeda dengan Mahfud MD yang sudah melewati berbagai pertimbangan sebelum mundur dari posisi menteri koordinator politik, hukum, dan keamanan (menko polhukam).

"Ini yang kemudian kami melakukan kalkulasi secara matang, mundur gampang, tapi pertimbangan yang mendalam seperti prof Mahfud MD itu pertimbangan yang sangat mendalam," ujar Hasto.

Kendati demikian, ia mengakui, memang ada ketidaknyamanan dalam Kabinet Indonesia Maju saat ini. Salah satunya adalah terkait program bantuan sosial (bansos) yang menjadi ranah dari Mensos Risma. Dia menyayangkan, Risma tidak dilibatkan dalam pembagian bansos ke masyarakat.

Hasto menuding, program tersebut saat ini sudah tak lagi mengacu pada data milik Kementerian Sosial (Kemensos). Padahal kementerian tersebut selalu melakukan validasi, verifikasi, dan update berkala terhadap data warga penerima manfaat bantuan.

"Data-data itu tidak dipakai untuk membagi beras miskin dan beras hanya dipakai untuk kepentingan elektoral. Bahkan yang begitu menyedihkan, pernyataan dari Bapak Akbar Faisal, bagaimana total dana untuk bansos itu jauh melampaui anggaran untuk Covid," ujar Hasto.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler