Komnas Perempuan: Waspada Kekerasan Saat Hari Pemilu 2024

Komnas Perempuan dorong perempuan proaktif dalam Pemilu 2024.

Republika/ RIZKY SURYARANDIKA
Ilustrasi kegiatan Komnas Perempuan.
Rep: Rizky Suryarandika Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komnas Perempuan menekankan pentingnya pihak penyelenggara Pemilu, aparat kemanan, dan peserta Pemilu memikirkan keamanan di Pemilu 2024. Komnas Perempuan berkaca dari kericuhan penyelenggaraan Pemilu lima tahun lalu. 

Baca Juga


Wakil Ketua Komnas Perempuan Mariana Amiruddin mengamati kericuhan lima tahun lalu terjadi akibat menajamnya bentrokan politik identitas yang memecah belah masyarakat. Hal itu merupakan akumulasi dari peristiwa-peristiwa sebelumnya: Pilpres 2014, Pilgub tahun 2017. 

Sehingga Mariana menyampaikan prinsip dari upaya pencegahan kekerasan di Pemilu 2024 ini memerlukan cara yang berpihak pada nilai-nilai kemanusiaan, HAM, dan perspektif kelompok rentan. 

"Pilpres dan Pilkada tahun ini dilakukan serentak. Kemungkinan situasi rentan kekerasan tidak hanya di Jakarta tetapi juga di daerah-daerah," kata Mariana dalam keterangan pers pada Kamis (1/2/2024). 

Komisioner Komnas Perempuan Veryanto Sitohang menyinggung perlunya memikirkan risiko yang kemungkinan terjadi di Pemilu serentak ini. Yaitu eskalasi politik jelang Pemilu Serentak 14 Februari 2024 yang berpotensi melahirkan ketegangan hingga kekerasan di tengah masyarakat.

"Perdebatan di sosial media yang memanas dan berpindah ke ruang nyata rentan menyemai ujaran kebencian, menumbuh kembang narasi-narasi bohong yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa," ujar Veryanto.

Veryanto juga menambahkan Pemilu 2019 mencatat korban pada penyelengara pemilu, khususnya di tingkat bawah seperti Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara atau KPPS dan Panitia Pemungutan Suara.

"Komnas Perempuan merekomendasikan agar KPU dapat memastikan semua warga negara yang telah memenuhi syarat sebagai pemilih dapat memfasilitasi pemilih menggunakan hak pilihnya pada Pemilu 2024," ujar Very. 

Sedangkan Wakil Ketua Komnas Perempuan Olivia Salampessy mengingatkan penyelenggaraan pemilu harus mengenali kerentanan perempuan dalam beragam bentuk kekerasan. Hal ini terjadi dalam Pemilu 2019 sebagaimana temuan Komnas Perempuan, yakni intimidasi dan teror terhadap caleg perempuan di Aceh dan NTT, pencurian dan pengalihan suara caleg perempuan di Papua, serta pemecatan caleg perempuan terpilih oleh partai politik di Sulawesi Selatan. 

"Komnas Perempuan mengamati perlunya persiapan keamanan yang ekstra sebagai sistem pencegahan kekerasan, bukan dalam arti force of power, dengan prinsip yang sama dengan Pilpres belajar dari 5 tahun lalu, termasuk penyikapan terhadap kekerasan siber berbasis gender," ujar Olivia.

Pada lima tahun lalu tepatnya tanggal 21-22 Mei 2019, Komnas Perempuan melakukan pemantauan di Jakarta yang dilatarbelakangi oleh situasi Pemilu khususnya Pilpres di Indonesia. Suasana Pemilu pada waktu itu terjadi kericuhan dan mengakibatkan beberapa orang meninggal dan berdampak langsung maupun tidak langsung pada perempuan. 

Kericuhan ini dicatat oleh Komnas Perempuan melalui wawancara langsung maupun pemberitaan media yang ditandai dengan adanya massa yang membakar, meletuskan petasan dan kembang api, melempar batu, dan massa kemudian datang bertambah, yang menjalar di beberapa titik di wilayah Jakarta (Tanah Abang, Petamburan, Thamrin, Slipi, Jatinegara, dan Otista). 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler