Pengamat Ungkap Narasi di Balik Mundurnya Ahok
Langkah mundur Ahok dinilai terlambat.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok resmi mengundurkan diri dari jabatannya sebagai komisaris utana di PT Pertamina (Persero). Langkah mundur itu menyatakan akan fokus kampanye untuk pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD dalam pemilihan presiden (pilpres) 2024.
Peneliti Senior Populi Center Usep S Ahyar menilai langkah Ahok untuk mundur sebagai pernyataan bahwa sikap politiknya sekarang berseberangan dengan pemerintah. Di sisi lain, mantan gubernur DKI Jakarta itu juga hendak menarasikan kampanye yang tidak melanggar etika.
"Ini memang momentumnya dibuat. Narasi soal pelanggaran etik mulai mengisi ruang publik," kata Usep ketika dihubungi Republika, Sabtu (3/2/2024).
Namun, langkah Ahok untuk mundur dinilai terlambat. Keterlambatan itu juga termasuk untuk calon wakil presiden (cawapres) yang sebelumnya mundur sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam). Pasalnya, saat ini waktu jelang hari pemungutan suara tinggal menghitung hari.
Usep menilai, langkah mundur dari jabatan di pemerintahan dan perusahaan negara seharusnya dilakukan saat pencalonan diri. Bukan baru hari ini dilakukan.
"Ini mereka sedang membuat senjata. Narasinya soal pelanggaran etik, agar masyarakat beralih pilihannya," kata dia.
Namun, ia menilai, dampak dari mundurnya Ahok juga tidak akan terlalu besar. Langkah itu akan menjadi besar ketika dalam waktu dekat akan makin banyak pejabat yang mundur.
"Memang dari kemarin ada desas-desus (menteri mundur). Namun sampai hari ini tidak terbukti," kata dia.
Menurut Usep, mundurnya sejumlah pejabat juga tak akan berdampak banyak terhadap legitimasi Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Apalagi, ketika ada menteri yang mundur, akan banyak orang yang siap menggantikan.
"Ini kan kekuasaan. Saya kira yang mengincar akan lebih banyak daripada yang mau mundur," kata dia.