Jenderal Maruli: Pilot Susi Air yang Disandera OPM Sehat

Menurut KSAD, komunikasi TNI dengan OPM terkait Philip Mark Merhtens tidak stabil.

Antara
Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Maruli Simanjuntak.
Rep: Antara Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Maruli Simanjuntak menyebut, pilot maskapai Susi Air Philip Mark Merhtens yang disandera Organisasi Papua Merdeka (OPM) kelompok Egianus Kogoya hingga saat ini kondisinya sehat. Philip sudah disandera sejak 7 Februari 2023.

Baca Juga


Maruli mengatakan, operasi pembebasan pilot berkebangsaan Selandia Baru itu koordinasinya ada di Markas Besar TNI yang bekerja sama dengan Polri. "Informasi terakhir, pilot tersebut dalam keadaan sehat," kata eks panglima Kostrad tersebut saat ditemui wartawan di Jakarta, Senin (5/2/2024).

Maruli juga memastikan operasi pembebasan pilot Susi Air terus berlangsung. TNI AD juga menggandeng banyak pihak, termasuk pemuka adat dan agama, serta pemerintah daerah untuk bernegosiasi dengan penyandera. Tujuannya agar mereka membebaskan Philip.

"Kalau saya mengikuti perkembangan dari Mabes TNI, kita terus melakukan upaya-upaya negosiasi. Itu yang saya dengar informasinya," kata Maruli.

Dia menjelaskan, selama ini, komunikasi TNI dengan OPM kurang lancar. "Kalau saya lihat selama ini, orangnya ini nggak stabil. Kadang-kadang bilang A, besok bilang B lagi di sana," kata Maruli saat menanggapi pertanyaan mengenai rencana pembebasan pilot Susi Air.

Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) berencana membebaskan pilot Susi Air Philip Mark Merhtens pada 7 Februari 2024 atau tepat setahun sejak disandera. Juru Bicara TPNPB-OPM Sebby Sambom menegaskan, mereka tak akan membebaskan Philip. "Tidak ada alasan untuk pilot harus ditahan sampai dunia kiamat," kata Sebby.

Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto menegaskan, operasi pembebasan pilot Susi Air menggunakan pendekatan lunak (soft approach) dan keras (hard approach). Agus menjelaskan, pendekatan lunak itu mengedepankan pembinaan teritorial dan kerja sama dengan instansi sipil yang ada di Papua.

Sementara untuk pendekatan keras yang menggunakan senjata, menurut Agus, menjadi pilihan terakhir bagi TNI untuk operasi pembebasan OPM. "Kita hindari adanya letusan senjata, satu butir pun," kata Agus di sela kegiatannya di Kota Jayapura, Papua, pada 8 Desember 2023.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler