Radian Syam Nilai DKPP Objektif Putuskan Perkara Gibran

Polemik penetapan Prabowo-Gibran ikut kontestasi 2024 selesai di MKMK dan DKPP.

Republika.co.id
Dosen hukum tata negara Universitas Trisakti, Radian Syam.
Rep: Erik PP/Antara Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) membacakan putusan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh ketua dan seluruh anggota KPU RI, yang menerima dan menetapkan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden Prabowo Subianto tanpa mengubah Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023. Dalam perkara itu DKPP menyidangkan empat laporan sekaligus. 


Pengaduan dan/atau pelaporan ke DKPP tersebut teregister dengan Nomor perkara 135, 136, 137, dan 141 Tahun 2023. DKPP telah melakukan sidang sebanyak dua kali pada tanggal 8 Januari 2024 dan 15 Januari 2024. Alasan pengadu empat perkara adalah meminta pertanggung jawaban KPU RI akibat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 dengan tidak serta merta mengubah PKPU Nomor 19 Tahun 2023 untuk menerima pendaftaran Gibran.

Anggota Tim Pakar Nasional Prabowo-Gibran, Radian Syam menilai, DKPP telah objektif dalam memutus perkara yang ditanganinya. Hal itu merujuk dalam pertimbangan putusan DKPP, tidak disebutkan telah terjadi pelanggaran kode etik berat yang dilakukan oleh KPU atas penetapan Prabowo-Gibran sebagai capres dan cawapres 2024.

"Ini artinya langkah KPU sudah tepat dan sekali lagi putusan DKPP itu sifatnya final dan mengikat sesuai UU Pemilu," ujar dosen Fakultas Hukum Universitas Trisaksi tersebut kepada wartawan di Jakarta, Senin (5/2/2024). 

Menurut Radian, dalam penetapan Gibran sebagai cawapres, KPU telah menindaklanjuti Putusan MK Nomor 90 dengan menggunakan peraturan baru, yakni PKPU 23 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden pada pemilu Tahun 2024.

Radian menyebut, tindakan KPU tersebut dapat dilihat dalam Pertimbangan Putusan DKPP yang menyebutkan, "Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 adalah hukum yang mengikat bagi KPU selaku pemangku kepentingan. Hal itu didasarkan Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. Tindakan Para Teradu menindaklanjuti Putusan MK Nomor 90/PUU-XII/2023 dalam pencalonan peserta Pilpres 2024, adalah tindakan yang sudah sesuai dengan Konstitusi."

"Bahwa polemik penetapan Prabowo-Gibran sebagai capres dan cawapres 2024 terkait dugaan pelanggaran etik sudah selesai, baik di MKMK maupun di DKPP. Bahkan KPU RI telah melaksanakan tugas, wewenang dan kewajibannya sesuai norma hukum yang berlaku, oleh sebab itu saatnya kita saling menghormati putusan lembaga negara," kata direktur eksekutif Indigo Network itu.

Tak pengaruhi status Gibran...

Sementara itu, Ketua DKPP Heddy Lugito mengatakan, pelanggaran kode etik Ketua KPU beserta komisioner lainnya tidak memengaruhi pencalonan Gibran sebagai cawapres 2024. Menurut dia, vonis yang telah diputuskannya tersebut terhadap Hasyim Asy'ari dan kawan-kawan, itu murni soal kode etik.

Sehingga hal tersebut tidak ada kaitannya dengan status Gibran yang kini menjadi peserta pemilu. "Nggak ada kaitannya dengan pencalonan juga, ini murni soal etik, murni soal etik penyelenggara pemilu," kata Heddy saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin.

Dia mengatakan, keputusan atau vonis dari DKPP itu tidak bersifat akumulatif, sehingga perkara pengaduan Ketua KPU itu berbeda dengan perkara pengaduan yang lainnya. Menurut Heddy, putusan itu pun tidak membatalkan pencalonan Gibran sebagai cawapres.

"Tidak ada putusan akumulatif di DKPP, perkaranya beda. Yang dulu yang soal pengaduan lain ya berbeda, itu aja," tuturnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler