Enam Pegangan untuk Raih Kebahagiaan Dunia dan Akhirat

Dunia merupakan tempat mengumpulkan perbekalan menuju akhirat.

Republika/Wihdan Hidayat
Ilustrasi sholat sebagai ibadah dan bekal menuju akhirat.
Rep: Fuji Eka Permana Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dikisahkan suatu ketika di zaman dulu, Syaqiq Al-Balkhi seorang sufi dan ulama besar yang zuhud berkata kepada muridnya bernama Hatim Al-Asham yang juga ulama besar dan zuhud. Ketika itu, Hatim Al-Asham telah belajar sekitar 30 tahun kepada Syaqiq Al-Balkhi.

Baca Juga


Syaqiq Al-Balkhi bertanya kepada muridnya, "Apa yang telah kamu pelajari dariku sejak kamu mengikutiku (selama 30 tahun)?" Hatim Al-Asham berkata, "Ada enam perkara."

Hatim Al Asham menjelaskan enam hal yang telah dia simpulkan dari hasil pelajarannya selama sekitar 30 tahun untuk jadi pegangan hidup.

Hatim Al Asham berkata, "Pertama, aku melihat manusia ragu dalam masalah rezeki, mereka kikir terhadap apa yang ada pada mereka, rakus dan tamak terhadap harta. Maka aku bertawakal kepada Allah, karena Allah berfirman, 'Tidak satu pun hewan yang bergerak di atas bumi melainkan dijamin rezekinya oleh Allah' (Quran surat Hud Ayat 6). Karena aku termasuk makhluk Allah yang melata di permukaan bumi ini, maka aku tidak ingin menyibukkan hatiku terhadap sesuatu yang telah dijamin Allah Yang Maha Kuat dan Kuasa."

Menanggapi hal itu, Syaqiq Al Balkhi berkata, "Kamu benar."

Hatim Al Asham berkata lagi, "Kedua, aku melihat setiap manusia itu memiliki teman tempat ia mencurahkan rahasianya dan mengadukan perkaranya, akan tetapi mereka tidak bisa menyimpan rahasia dan tidak dapat menolak ketetapan. Maka, aku jadikan amal saleh sebagai temanku agar amal saleh itu menjadi penolong bagiku ketika hisab dan meneguhkanku di hadapan Allah, menemaniku pada titian shirathal mustaqim."

Syaqiq Al-Balkhi berkata lagi kepada Hatim Al Asham, "Kamu benar."

 

Lihat halaman berikutnya >>>

 

 

Hatim Al Asham berkata, "Ketiga, aku melihat setiap orang memiliki musuh. Menurutku, orang yang menegurku bukanlah musuhku. Demikian juga dengan orang yang berbuat zalim kepadaku dan orang yang menyakitiku. Karena sesungguhnya ia memberikan hadiah amal baiknya kepadaku, sedangkan ia memikul beban kesalahan dan dosaku."

"Akan tetapi musuhku adalah jika aku berada dalam ketaatan kepada Allah, ia menggodaku agar berbuat maksiat kepada Allah. Menurutku dia adalah iblis, nafsu, keduniawian, dan godaan. Maka, aku jadikan semua itu sebagai musuh. Aku berhati-hati terhadap semua itu. Aku persiapkan persiapan untuk memerangi semua itu. Aku tidak membiarkan satu pun dari mereka mendekatiku."

Syaqiq Al Balkhi berkata kepada Hatim Al Asham, "Kamu benar."

Hatim Al Asham melanjutkan jawabannya, "Keempat, aku melihat bahwa setiap manusia dituntut, sedangkan yang menuntut adalah malaikat maut. Maka aku luangkan diriku untuk bertemu dengannya, hingga jika ia datang, aku segera bersamanya tanpa ada halangan."

Mendengar jawaban Hatim Al Asham, Syaqiq Al Balkhi berkata, "Kamu benar."

Hatim Al Asham menambahkan, "Kelima, aku lihat banyak orang, mereka saling mengasihi dan saling membenci. Aku lihat orang yang mengasihi, ia tidak memiliki orang yang ia kasihi walau sedikit pun. Maka, aku renungkan sebab kasih sayang dan kebencian, aku tahu bahwa sebabnya adalah hasad (rasa benci kepada orang lain yang mendapat kenikmatan), maka aku menafikannya dari diriku dengan menafikan penghalang antara aku dengannya, yaitu nafsu. Maka aku kasihi semua orang, aku tidak ridha kepada mereka melainkan seperti keridhaanku terhadap diriku sendiri."

Syaqiq Al Balkhi berkata lagi kepada Hatim Al Asham, "Kamu benar."

Hatim Al Asham berkata, "Keenam, aku melihat bahwa setiap orang yang menempati suatu tempat, ia pasti akan meninggalkan tempat yang ia diami. Tempat kembali semua orang yang bertempat pada suatu tempat pasti yaitu kuburan. Maka aku persiapkan semua kemampuanku untuk itu dengan amal shaleh yang membahagiakanku menuju tempat baru itu yang di baliknya hanya ada surga atau neraka." 

Syaqiq Al Balkhi berkata, "Cukuplah itu, laksanakanlah semua itu hingga kematian."

Demikian kisah guru dan murid yang keduanya sama-sama ulama besar dan zuhud. Setelah belajar 30 tahun dari gurunya, Hatim Al Asham menyimpulkan enam hal penting untuk dijadikan pegangan dalam hidup. Dilansir dari buku Sa'atan Sa'atan (Semua Ada Saatnya) yang ditulis Syekh Mahmud Al Mishri, diterjemahkan Ustaz Abdul Somad, dan diterbitkan Pustaka Al Kautsar.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler