Jepang Sangat Khawatir dengan Operasi Militer Israel di Rafah
Rafah kini dipadat pengungsi perang yang telantar.
REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Jepang mengungkapkan kekhawatiran mengenai laporan operasi militer di Rafah, Jalur Gaza. Kota perbatasan Palestina-Mesir itu menampung lebih dari satu juta pengungsi Gaza dan lokasi penting untuk pengiriman bantuan kemanusiaan.
"Seiring memburuknya situasi kemanusiaan di lapangan dan meningkatnya jumlah korban sipil, termasuk anak-anak, perempuan, dan lansia, maka sangat penting untuk memperbaiki situasi kemanusiaan sesegera mungkin dan mengamankan lingkungan di mana kegiatan bantuan kemanusiaan dapat dilakukan untuk mencapai hal tersebut," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Jepang Kobayashi Maki dalam pernyataan yang dipublikasikan di situs kementerian, Senin (12/2/2024).
Dalam pernyataan itu Kobayashi mengatakan, meskipun dengan tegas mengutuk serangan Hamas dan pihak-pihak lain dan secara konsisten menyerukan pembebasan sandera dengan segera, Jepang sekali lagi menegaskan pentingnya perlindungan warga sipil. "Dan mendesak semua pihak untuk bertindak sesuai dengan hukum internasional, termasuk hukum kemanusiaan internasional, dan bertindak dengan itikad baik berdasarkan resolusi Dewan Keamanan PBB yang relevan, termasuk memastikan bantuan kemanusiaan," tambah Kobayashi.
Dikutip dari jaringan media Aljazirah, Israel sudah menggelar serangan ke Kota Rafah. Juru bicara Kementerian Kesehatan Gaza Ashraf al-Qudra mengatakan serangan Israel ke kota sebelah selatan Gaza itu menewaskan 67 orang. Sebelumnya al-Qudra mengatakan jumlah korban tewas 48 orang.
Sementara itu Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan, Israel tidak akan melewatkan kesempatan untuk membebaskan lebih banyak lagi sandera dari Gaza. Ia menggambarkan tekanan militer yang berkelanjutan hingga "kemenangan total" atas Hamas sebagai hal yang diperlukan untuk pemulihan penuh.
Pernyataan ini disampaikan setelah pasukan khusus Israel membebaskan dua sandera dalam operasi penyelamatan di Rafah. Kota ini dipadat pengungsi perang yang telantar. Masyarakat internasional termasuk Amerika Serikat (AS) sudah mengungkapkan kekhawatiran mengenai rencana serangan ke kota tersebut.