Jangan Sampai Stres Mikirin Hasil Pemilu, Ini Dampaknya Bagi Penderita Komorbid

Hindari stres, terima hasil Pemilu dengan lapang dada.

ANTARA FOTO/Virna Puspa Setyorini
Penghitungan surat suara Pemilu 2024 di WTC Kuala Lumpur, Malaysia, Rabu (14/2/2024). Terima dengan lapang dada meskipun hasil Pemilu tidak sesuai keinginan.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat diserukan untuk menjaga kesehatan mentalnya selepas Pemilu 2024. Gangguan mental pascapemilu dapat memperparah kondisi masyarakat yang memiliki komorbid atau penyakit penyerta.

"Iya, stres sekarang diyakini punya peran besar terhadap komorbid, antara lain seperti jantung, strok," kata dokter spesialis kedokteran jiwa Ashwin Kandouw melalui webinar yang diikuti secara daring di Jakarta, Selasa (12/2/2024).

Dokter Ashwin menyebut pola hidup yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dapat memicu stres. Stres menjadi satu dari sekian banyak faktor karena dampaknya yang langsung mengenai bagian komorbid terkait.

Misalnya pada penderita penyakit jantung atau strok, stres dapat memengaruhi kondisi gangguan pada pembuluh darah. Stres juga mampu memengaruhi kadar asam lambung seseorang dan mengganggu kinerja lambung.

Dokter Ashwin juga mengatakan stres akan berimbas pada kondisi metabolik penderita diabetes. Oleh karena itu, dia menyarankan kepada seluruh masyarakat untuk menikmati pesta demokrasi dengan cara yang menyenangkan dan lapang dada apabila calon yang terpilih tidak sesuai keinginannya, guna menghindari stres.

Baca Juga


Anda merasa mulai mengalami tanda-tanda stres? Dokter Ashwin menganjurkan untuk tidak terlalu banyak bermain media sosial.

Sebaliknya, cobalah menekuni hobi yang disukai atau jalan-jalan. Dengan begitu, Anda dapat mengistirahatkan pikiran sejenak.

Bagaimana kalau yang terkena gejala gangguan jiwa adalah orang terdekat? Dokter Ashwin meminta setiap pihak untuk tidak langsung memberikan tuduhan agar tidak muncul perilaku self-defense (pertahanan diri) dari penderita.

Menurut dr Ashwin, akan lebih efektif bila keluarga membantu penderita stres memahami penyebab terjadinya gejala dan memberikan saran. Misalnya dengan mengatur waktu kunjungan kepada ahli yang berkompeten untuk mendapatkan tatalaksana sesegera mungkin bila diperlukan.

"Bukan mendesak dia mengakui gangguan jiwa, itu tidak perlu. Tapi, membuat dia menyadari bahwa dia menderita dan dia perlu pertolongan. Kalau dia menyadari bahwa 'iya saya tidak bisa tidur', nah itu harus ada yang bisa menolong," kata Ashwin yang merupakan lulusan Universitas Indonesia.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler