Dari Manakah Firaun yang Tenggelam di Laut Merah: Asli Mesir, Sudan, atau Mana?
Banyak pendapat terkait asal usul Firaun di Mesir
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Salah satu ulama muda Mesir, Dr Osama Al-Azhari, pernah memicu kontroversi di Mesir pada 2022 lalu setelah menyatakan bahwa Firaun bukanlah orang Mesir melainkan orang Hyksos.
Saat itu dia menyampaikan hal tersebut dalam konteks peringatan Hari Asyura. "Ada penelitian sejarah bahwa Firaun bukanlah orang Mesir sejati, melainkan seorang Hyksos," kata Al-Azhari saat itu, dilansir Al Arabiya.
Kemudian pernyataan Al-Azhari memicu kontroversi luas di situs jejaring sosial di Mesir antara pendukung dan penentangnya. Terutama karena pernyataan tersebut berasal dari seorang pengkhutbah terkenal.
Ada yang membenarkan perkataan pengkhutbah itu, dan ada pula yang menentangnya dan menegaskan bahwa Firaun adalah orang Mesir.
Pernah pula disampaikan pada 2017, mantan Menteri Penerangan Sudan, Ahmed Bilal, menyatkaan Firaun yang disebutkan dalam Alquran adalah orang Sudan. Dia menunjukkan kebenaran pernyataannya dengan kisah "sungai-sungai yang mengalir di bawahnya".
Adapun Mesir, dia mengatakan, hanya memiliki satu sungai, sedangkan Sudan adalah negara sungai. Dia juga menyebutkan sejarah Sudan telah banyak mengalami kepalsuan sepanjang sejarah.
Dia juga menyebut kompleks Bahrain yang disebutkan dalam Alquran adalah kota Khartoum, ibu kota Sudan, tempat Nabi Musa alaihissalam bertemu dengan orang saleh.
Sementara itu, Ulama Al-Azhar Kairo Mesir, Dr Muhammad Atta Al Azhari, menjelaskan, Firaun merujuk pada salah satu raja Mesir. Firaun, sebagaimana tercantum dalam kitab-kitab sejarah Islam, adalah seseorang yang berasal dari bangsa Hyksos dan bukan orang Mesir.
"Kata Firaun menunjukkan kesombongan dan dia adalah contoh kejahatan, kesombongan dan juga kerusakan," demikian penjelasan Atta Al-Azhari.
Soal siapa dan apa Firaun ini memang menimbulkan perdebatan di berbagai kalangan khususnya di Mesir. Misalnya Pakar arkeologi Dr Abdul Rahim Rayhan, anggota Dewan Tertinggi Kebudayaan dan Komite Sejarah dan Purbakala di Mesir.
Dia menjelaskan, Alquran tidak menyebutkan Firaun dengan Alif Lam (Lam ta'rif definitif) di awal kata. Menurutnya, ini menunjukkan bahwa Firaun adalah nama seseorang dan bukan gelar.
Baca Juga: Cara Cerdas Ratu Bilqis Gagalkan Kudeta Terhadap Dirinya
Dasar argumentasinya adalah karena makam-makam kerajaan, termasuk 63 makam di Lembah Para Raja, terdapat ukiran-ukiran kerajaan tanpa tulisan gelar Firaun.
Argumen kedua...
Argumen kedua Rayhan yaitu nama Firaun yang terkait dengan dua tokoh terkemuka yang disebut dalam Alquran. Satu tokoh ada sebelum mereka, dan satu lagi ada di antara mereka. Dalam ayat 23-24 Surat Ghafir, disebutkan:
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا مُوْسٰى بِاٰيٰتِنَا وَسُلْطٰنٍ مُّبِيْنٍۙ اِلٰى فِرْعَوْنَ وَهَامٰنَ وَقَارُوْنَ فَقَالُوْا سٰحِرٌ كَذَّابٌ
"Dan sungguh, Kami telah mengutus Musa dengan membawa ayat-ayat Kami dan keterangan yang nyata, kepada Fir‘aun, Haman dan Karun; lalu mereka berkata, “(Musa) itu seorang pesihir dan pendusta."
Adapun dalam Surat Al A'raf ayat 104, yang di dalam ayat ini Nabi Musa AS menggunakan panggilan Firaun.
وَقَالَ مُوْسٰى يٰفِرْعَوْنُ اِنِّيْ رَسُوْلٌ مِّنْ رَّبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ
"Dan Musa berkata, “Wahai Fir‘aun! Sungguh, aku adalah seorang utusan dari Tuhan seluruh alam." (QS. Al A'raf ayat 104)
Rayhan menggarisbawahi, pemanggilan Firaun pada ayat tersebut disertai penyebutan definitif. Dengan demikian, menurut dia, kata Firaun bukanlah nama maupun gelar, melainkan bermakna rumah besar atau istana, yang merujuk pada istana kerajaan.
Masih mengulik siapa sebenarnya sosok Firaun ini, Rayhan mengulas ayat 38 Surat Al Qasas. Dikatakan dalam ayat ini:
وَقَالَ فِرْعَوْنُ يٰٓاَيُّهَا الْمَلَاُ مَا عَلِمْتُ لَكُمْ مِّنْ اِلٰهٍ غَيْرِيْۚ فَاَوْقِدْ لِيْ يٰهَامٰنُ عَلَى الطِّيْنِ فَاجْعَلْ لِّيْ صَرْحًا لَّعَلِّيْٓ اَطَّلِعُ اِلٰٓى اِلٰهِ مُوْسٰىۙ وَاِنِّيْ لَاَظُنُّهٗ مِنَ الْكٰذِبِيْنَ
"Dan Firaun berkata, “Wahai para pembesar kaumku! Aku tidak mengetahui ada Tuhan bagimu selain aku. Maka bakarlah tanah liat untukku wahai Haman (untuk membuat batu bata), kemudian buatkanlah bangunan yang tinggi untukku agar aku dapat naik melihat Tuhannya Musa, dan aku yakin bahwa dia termasuk pendusta." (QS Al Qasas ayat 38)
Rayhan berpandangan, ayat tersebut menunjukkan bahwa bangsa Israil dan Ibrani unggul dalam membangun bangunan dengan batu bata lumpur. Sedangkan bangsa Mesir kuno membangun piramida dan kuilnya dengan batu. Berdasarkan hal itu itu, dia berpendapat, Firaun berasal dari bangsa Israil.
Adapun Hyksos, menurut Rayhan, adalah bangsa yang paling dekat dengan bani Israil karena mereka masuk Mesir di masa ketika Nabi Yusuf alaihissalam dan keluarganya datang ke Mesir.
Namun Rayhan menambahkan, orang Mesir kuno sebetulnya juga sangat ahli dalam membangun bangunan dengan menggunakan batu bata lumpur.
Dan bahkan orang Mesir kuno mempekerjakan orang-orang dari bani Israil untuk membantu pekerjaannya.
Karena itu pula, menurut Rayhan, permintaan Firaun untuk membangun dengan batu bata lumpur, sebagaimana disebutkan dalam ayat 38 Surat Al Qasas, tujuannya adalah untuk mempermalukan atau menghina bangsa Mesir kuno yang tunduk dalam pekerjaan yang diminta Firaun.
Demikian pula, Rayhan menjelaskan, Nabi Musa AS dan kaumnya tidak tinggal di Sinai atas kemauan mereka sendiri. Tetapi Allah SWT menetapkan hal itu bagi mereka akibat penolakan mereka memasuki Tanah Suci.
Sehingga tidak ada peristiwa di mana bangsa Mesir kuno melenyapkan bani Israil ketika mereka berada di Sinai.
Bangsa Israil bahkan meninggalkan Mesir tanpa terluka. Raja Mesir yang mengikuti mereka tenggelam, sebagaimana yang diabadikan dalam Alquran.
Baca juga: 4 Perkara yang Bisa Menghambat Rezeki Keluarga Menurut Alquran
Rayhan membenarkan bahwa Firaun adalah salah satu raja Mesir kuno tapi bukan nama seseorang. Namun tidak ada satu pun bukti arkeologis yang menentukan siapa sosok raja ini.
Dia pun mengkritik semua pendapat yang menyatakan bahwa Firaun yang tenggelam itu adalah Ahmose atau Hatshepsut, atau Horemheb, atau Seti II, atau Ramses II, atau Merneptah. Ini dia jelaskan dalam bukunya berjudul "Al Tajliyat Al Rabbaniyah bi Al Waadi Al Muqoddas Tuwa".
Buku tersebut mengulas tentang bani Israil sejak masuknya Nabi Yusuf dan keluarganya dengan aman ke Mesir. Hingga lahirnya Nabi Musa, masa kecilnya di istana salah satu raja Mesir.
Sumber: alarabiya, almawq3, akbarelyom