Serangan Houthi di Laut Merah Buat Industri Ritel Eropa Buntung

Semakin lama kapal dipaksa mengubah rute semakin merana pula bisnis.

EPA
Adidas
Red: Ferry kisihandi

REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI – Perang yang dikobarkan Israel dengan menyerang Hamas di Gaza menimbulkan dampak buruk yang justru tidak sepenuhnya ditanggung Israel. Muncul gejolak di wilayah lain yaitu perairan Laut Merah yang justru membuat buntung bisnis di Eropa. 

Baca Juga


Mereka adalah perusahaan pengapalan dan industri ritel Eropa yang harus memikul beban biaya karena krisis di Laut Merah. Operasi militer Israel sejak 7 Oktober 2023 menurut Aljazirah, Selasa (20/2/2024) yang mengutip otoritas Palestina menewaskan 29.092 warga sipil Gaza. 

Selain itu, terdapat 69.082 warga sipil lainnya yang terluka. Kondisi di Gaza memicu simpati Houthi. Mereka mengadang dan menyerang kapal komersial berafiliasi Inggris, AS, dan Israel yang melalui Laut Merah, yang menghubungkan Terusan Suez dan Laut Mediterania. 

Serangan terkini, Ahad (18/2/2024) menargetkan kapal yang teregistrasi milik Inggris, yaitu Rubymar. Juru bicara militer Houthi, Yahya Sarea dalam sebuah pernyataan  pada Senin (19/2/2024) pagi menyampaikan soal serangan ini.  

‘’Akibat dihantam rudal Houthi kapal Rubymar rusak parah dan dalam keadaan berhenti,’’ jelas Sarea. 

Pada Ahad malam, UK Maritime Trade Operations (UKMTO) menerima laporan terjadinya insiden yang menimpa sebuah kapal dengan jarak sekitar 35 mil laut (65 km) sebelah selatan Pelabuhan Mocha, perairan Laut Merah di bagian Yaman.

Laporan menyebutkan ‘’Ledakan terjadi sekali dengan kapal yang menyebabkan kerusakan pada pukul 23.00 waktu setempat.’’ Senin dini hari, UKMTO yang mengutip otoritas militer menyatakan kru kapal meninggalkan kapal setelah terjadi serangan tersebut. 

Perusahaan keamanan Rubymar, LSS SAPU dan penyedia data pelayaran, Lloyd's List Intelligence juga mengonfirmasi kapal mengalami kerusakan setelah dihantam dua rudal yang ditembakkan oleh kelompok Houthi. 

‘’Tak ada lagi kru di kapal. Pemilik dan manajer perusahaan mempertimbangkan untuk menarik kapal tersebut,’’ ujar seorang juru bicara LSS-SAPU. Menurut data MarineTraffic, kapal Rubymar melakukan pelayaran dari Arab Saudi menuju Bulgaria.

Memperhitungkan dampak ekonominya, Badan industri ritel Eropa, Eurocommerce mengeluhkan kondisi ini ke Uni Eropa (UE). Mereka melayangkan surat ke menteri luar negeri Belgia, Jumat (16/2/2024), menjelaskan krisis di Laut Merah berimbas masif pada bisnis mereka.

‘’Semakin lama kapal pengangkut dipaksa mengubah rute semakin merana pula bisnis dan konsumen menanggung lonjakan biaya. Ini menambah beban bagi masyarakat Eropa yang kini harus menghadapi biaya hidup yang tinggi,’’ ujar Eurocommerce dalam suratnya. 

Eurocommerce di antaranya beranggotakan supermarket raksasa seperti Ahold Delhaize, Carrefour, Lidl, M&S, dan Tesco. Selain itu ada juga perusahaan ritel pakaian seperti H&M, Inditex, dan Primark yang merasakan dampak buruk krisis di Laut Merah. 

Perusahaan ritel Eropa yang mengandalkan pasokan dari pabrik-pabrik di Cina dan Asia Tenggara terpaksa harus menerima penundaan pengiriman. Mereka juga menanggung tambahan biaya karena perubahan rute ke Tanjung Harapan. 

Perubahan rute ini....

Perubahan rute ini menyebabkan perjalanan lebih lama yakni dua hingga tiga pekan, efek sampingnya adalah biaya untuk bahan bakar dan pekerja kapal juga ikut naik. Kacaunya alur perdagangan di Laut Merah dikhawatirkan membuat inflasi di Eropa berlangsung lebih lama. 

Konsumen Eropa saat ini berharap harga pangan dan sandang semakin murah. ‘’Dengan dampak besar ini pada bisnis ritel dan rantai pasok global, kami meminta upaya terkoordinasi dan intens dari UE dan negara anggota mengatasi situasi ini,’’ kata Eurocommerce.

Perusahaan sepatu dan pakaian olahraga, Adidas mengalami dampak pengiriman karena serangan Houthi di Laut Merah. Pengiriman ke konsumen peritel tertunda. Tarif pengangkutan sebagai dampak tak amannya Laut Merah juga diyakini menggerus keuntungan Adidas.

CEO Adidas Bjorn Gulden mengatakan pengiriman produk saat ini tertunda sekitar tiga pekan.’’Ironisnya, kami sebenarnya memiliki produk, di mana penjualan ke sejumlah peritel bagus yang saat ini kami tak bisa mengiriminya,’’ katanya Kamis (1/2/2024). 

Ia menambahkan,’’Ketika kami tiba-tiba mendapatkan permintaan yang tinggi dan lebih tinggi dari pasokan, Anda mengalami delay pengiriman tiga pekan. Itu sebuah halangan. Pendapat saya, ini lebih buruk daripada naiknya tarif pengiriman saat ini.’’

Sekarang, perusahaan-perusahaan pengapalan  memilih menghindari Terusan Suez sebab adanya serangan Houthi terhadap kapal-kapal yang melewati Laut Merah. Mereka kemudian mengubah rute ke Tanjung Harapan, Afrika. 

Pengalihan rute ini sudah pasti menunda kedatangan produk berupa sepatu dan pakaian olahraga seperti Adidas dari pabrik-pabrik di Asia ke Eropa. Gulden berharap kondisi ini tak berlangsung lama yang pada akhirnya mengurangi margin keuntungan. 

Adidas tak secara spesifik menyampaikan berapa besar dampak keuangan bagi mereka akibat tertundanya pengiriman. Termasuk dalam paparan perkiraan keuntungan yang dipublikasikan pada Rabu (31/1/2024) tengah malam.

CEO H&M yang baru Daniel Erver juga mengeluhkan terkendalanya pengiriman barang karena kisruh di Laut Merah.’’Tentu, kami ingin mengirimkan produk terbaik ke pelanggan pada waktu yang tepat. Kami prihatin dengan situasi sekarang,’’ katanya.

Tersendatnya pengiriman....

Ia menambahkan, soal tersendatnya pengiriman ini lebih penting dibandingkan melonjaknya tarif pengiriman, yang belum terlalu berdampak pada keuntungan. Namun, perusahaan juga sedang mengkaji alternatif pengangkutan melalui udara, meski lebih mahal. 

‘’Kami telah berusaha mempercepat pengiriman pasokan tetapi kami memang kini rentan mengalami kendala,’’ kata Erver mengacu pada situasi di Laut Merah. Para analis di Bernstein melihat H&M dan Primark di antara yang paling terdampak. 

H&M kini mengembangkan sumber pasokan di Eropa dan Amerika Latin. Selain itu berusaha menjaga stok. CFO H&M Adam Karlsson menargetkan inventoris barang antara 12 hingga 14 persen dalam kurun penjualan selama 12 bulan.

Mereka memang bergantung banyak pada pasokan produk dari pabrik di Asia serta lebih banyak menggunakan jalur laut. Sementara, Inditex, perusahaan pemilik mereka Zara menggunakan alternatif pengiriman melalui udara serta memilik pemasok lebih banyak di Eropa.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler