Korupsi Timah, Rekor Kerugian Negara Tertinggi di Indonesia
Kerugian negara di kasus Timah masih bisa bertambah lagi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejakgung) kembali mencatatkan rekor penanganan kasus korupsi jumbo dengan kerugian negara di atas puluhan triliun. Kerugian negara dalam kasus korupsi penambangan timah di lokasi IUP PT Timah Tbk ini, menjadi rekor terbesar dalam penanganan perkara korupsi di Indonesia.
Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) merilis penghitungan kerugian perekonomian negara setotal Rp271 triliun dalam pengusutan korupsi eksplorasi dan penambagan timah ilegal di lokasi izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk di Bangka Belitung. Sebelas tersangka, termasuk dua penyelanggara sudah dijebloskan ke sel tahanan dalam pengusutan perkara ini.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kuntadi menerangkan, angka kerugian perekonomian negara sebesar Rp.271 triliun tersebut, merupakan nilai kerugian dari dampak kerusakan lingkungan dan ekologi yang dimunculkan akibat korupsi penambangan timah sepanjang 2015-2023.
Bahkan nilai kerugian perekonomian negara tersebut, kata Kuntadi, bakal bertambah. Karena tim penyidikannya, bersama Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), belum rampung menghitung kerugian keuangan negara dari eksplorasi dan penambahan timah ilegal di lokasi IUP PT Timah Tbk.
“Hasil penghitungan kerugian perekonomian tersebut berdasarkan dampak kerusakan ekologi dan lingkungan yang ditimbulkan dari aktivitas pertambangan timah ilegal yang saat ini menjadi (objek) penyidikan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk,” ungkap Kuntadi.
Kerugian negara dalam kasus korupsi penambangan timah di lokasi IUP PT Timah Tbk ini, menjadi rekor terbesar dalam penanganan perkara korupsi di Indonesia.
Sebelum kasus ini, tim penyidik Jampidsus di Kejakgung, pun sudah mencatatkan rekor tersendiri dengan menangani kasus korupsi jumbo terkait pengalihan lahan perhutanan untuk perkebunan kelapa sawit PT Duta Palma di Riau.
Kasus yang ditangani Jampidsus pada 2022-2023 itu mencatatkan angka kerugian negara kurang lebih sekitar Rp 78 triliun dengan rincian, Rp 4,79 dan 7,88 juta dolar AS sebagai penghitungan kerugian keuangan negara, dan Rp 73,92 triliun terkait dengan kerugian perekonomian negara.
Namun kasus yang menyeret Surya Darmadi alias Apeng sebagai terpidana itu, inkrah di Mahkamah Agung (MA) 2023 dengan total kerugian negara senilai Rp 42 triliun, dengan rincian Rp 2,23 merupakan kerugian keuangan negara, dan Rp 39,75 triliun sebagai kerugian perekonomian negara yang juga terkait dengan dampak kerusakan lingkungan hutan akibat aktivitas perkebunan kelapa sawit di lahan ilegal PT Duta Palma.
Surya Darmadi yang sempat buron itu, pun berakhir dengan pemidanaan selama 16 tahun. Dan saat ini, penyidik di Jampidsus-Kejakgung masih menyasar tersangka korporasi dalam kasus korupsi Duta Palma tersebut.
Pada 2022 lalu, pun penyidik di Jampidus-Kejakgung memegang kendali atas pengusutan korupsi dalam pemberian izin importasi baja, dan besi paduan di Kementerian Perdagangan (Kemendag), dan di Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sepanjang 2016-2021. Dalam kasus tersebut versi penyidikan bersama BPKP menyebutkan angka kerugian negara mencapai Rp.24,2 triliun dengan rincian kerugian keuangan negara Rp.1,06 triliun, dan kerugian perekonomian negara Rp.22,06 triliun.
Pada akhir 2019, dan awal 2021, penyidikan di Jampidsus-Kejakgung, pun berhasil membongkar dua skandal korupsi, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terbesar yang dialami PT Asuransi Jiwasraya dan PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI). Total kerugian negara dalam dua kasus tersebut, masing-masing Rp 16,8 triliun, dan Rp.22,78 triliun.
Dua terpidana utama dalam kasus tersebut, yakni Benny Tjokrosaputro selaku pemilik PT Hanson Internasional (MYRX) dan Heru Hidayat pemilik PT Trada Alam Minera (TRAM), pun dihukum pidana penjara seumur hidup.
Pada 2022, pun penyidik Jampidsus-Kejakgung menangani kasus fenomenal terkait dengan kelangkaan, dan pelambungan harga minyak goreng di masyarakat. Kasus tersebut berakar dari terungkapnya pemberian izin ekspor minyak mentah kelapa sawit (CPO) oleh Kemendag yang melebihi ambat batas kuota para produsen minyak goreng.
Dari penyidikan disebut angka kerugian negara mencapai Rp.20 triliun, dengan rincian kerugian keuangan negara Rp 6 triliun, dan kerugian perekonomian negara Rp.16 triliun, dan ilegal gains atau pendapatan tidak sah senilai Rp.2 triliun.
Namun kasus yang dikenal sebagai mafia minyak goreng itu, mentah di persidangan dengan putusan hakim yang menolak adanya kerugian perekonomian negara. Meskipun begitu, pengadilan tetap menjadikan Rp.6,47 triliun, sebagai kerugian keuangan negara terkait korupsi minyak goreng tersebut. Dan pengadilan tetap memidanakan lima terdakwa dengan hukuman penjara masing-masing satu setengah tahun penjara. Namun tak membebankan pidana pengganti kerugian negara tersebut kepada kelima terpidana tersebut.
Akan tetapi pengadilan memerintahkan tiga produsen minyak goreng, mengganti kerugian negara akibat dari ekspor CPO yang melebihi ambang batas tersebut. Dan pada 2023 penyidik di Jampidsus menetapkan tiga perusahaan sekaligus produsen minyak goreng nasional sebagai tersangka korporasi dalam lanjutan kasus korupsi minyak goreng tersebut. Yakni, Musim Mas Group, Permata Hijau Group, serta Wilmar Group.