8 Negara di Asia Ini Mulai Jajaki Proyek Bahan Bakar Penerbangan Berkelanjutan
Penggunaan bahan bakar penerbangan berkelanjutan bisa tekan emisi hingga 80 persen.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sektor penerbangan global menghasilkan sekitar 2,5 hingga 3 persen emisi karbondioksida, menurut data PBB. Sebagai salah satu upaya menekan emisi gas rumah kaca di sektor ini, beberapa maskapai dan perusahaan penerbangan kini mulai beralih ke bahan bakar SAF (sustainable aviation fuel) yang diklaim bisa mengurangi emisi hingga 80 persen dibandingkan dengan bahan bakar pesawat biasa seperti avtur.
Di kawasan Asia-Pasifik sendiri, kesadaran untuk bertransisi ke cara-cara yang lebih ramah lingkungan sudah muncul. Terbukti, beberapa negara di kawasan ini sudah memulai proyek dan perjanjian bahan bakar penerbangan berkelanjutan. Dilansir Reuters, Selasa (20/2/2024).
1. Malaysia
Malaysian Aviation Group (MAG) telah menandatangani perjanjian pembelian SAF dengan Petronas Dagangan (PETR.KL) sebagai bagian dari upaya untuk mengembangkan bahan bakar ramah lingkungan dalam skala komersial di Malaysia.
SAF, mengacu pada bahan bakar alternatif yang terbuat dari sumber-sumber terbarukan yang digunakan untuk menggerakkan pesawat terbang, sangat penting bagi sektor penerbangan untuk mencapai target net zero pada tahun 2050. Akan tetapi, pengadopsiannya masih dalam tahap awal.
2. India
Indian Oil Corp (IOC), bertujuan untuk mendirikan pabrik pada tahun 2026 untuk memproduksi 87 ribu ton SAF per tahun, dengan biaya lebih dari 15 miliar rupee. Hal ini diungkap oleh direktur penelitian dan pengembangan SSV Ramakumar, pekan lalu.
India berencana untuk mewajibkan penggunaan 1 persen SAF untuk maskapai penerbangan domestik pada tahun 2025. Menteri Perminyakan India, Hardeep Singh Puri, mengatakan bahwa kebijakan ini dilakukan sebagai salah satu upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dari sektor penerbangan.
3. Singapura
Singapore Airlines memulai program percontohan SAF selama satu tahun pada Juli 2022, bekerja sama dengan ExxonMobil (XOM.N) dan Neste (NESTE.HE). Kedua perusahaan ini mencampurkan 1.000 ton SAF dengan bahan bakar jet dan memasok minyak untuk penerbangan Singapore Airlines dan Scoot di Bandara Changi.
Pekan lalu, perusahaan penyulingan asal Finlandia, Neste (NESTE.HE), secara resmi membuka pabrik bahan bakar terbarukan kedua berkapasitas 1,3 juta ton per tahun di Singapura, dengan kapasitas terbesar di dunia untuk memproduksi SAF. Adapun Shell (SHEL.L), baru-baru ini menunda proyek bahan bakar nabati yang direncanakan di kompleks Bukom di Singapura.
4. Indonesia
Pertamina dan Garuda Indonesia bersama-sama merealisasikan komitmennya untuk berkontribusi aktif pada program penurunan emisi karbon dengan terus mengembangkan bahan bakar ramah lingkungan untuk pesawat terbang komersial yaitu Sustainable Aviation Fuel (SAF). Sebelumnya, SAF lolos tahap uji statis, kali ini SAF telah berhasil lolos uji terbang pertamanya.
5. China
Pada tanggal 6 April, Airbus (AIR.PA) dan China National Aviation Fuel Group (CNAF) menandatangani nota kesepahaman untuk meningkatkan produksi dan penggunaan SAF.
Oktober lalu, sebuah pesawat Airbus A320neo berangkat dari Tianjin dan mendarat di Xian dengan menggunakan campuran SAF 5 persen, dengan SAF yang diproduksi secara lokal oleh anak perusahaan Sinopec, Zhenhai Refining & Chemical Co (Zhenhai Refining), demikian dilaporkan China Daily.
6. Jepang
Eneos Holdings Inc (5020.T) telah setuju untuk mempelajari produksi hingga 500 juta liter (3,1 juta barel) SAF dan diesel terbarukan per tahun bersama dengan perusahaan penyulingan Australia, Ampol (ALD.AX).
Maskapai penerbangan terkemuka Jepang, All Nippon Airways (ANA) (9202.T), dan Japan Airlines (JAL) (9201.T), telah memperluas pembelian SAF mereka dengan menambahkan pasokan dari perusahaan perdagangan Itochu Corp (8001.T) dan produsen Amerika Serikat, Raven SR.
Perusahaan lain yang menjajaki produksi SAF di Jepang termasuk Mitsubishi Corp (8058.T), Boeing (BA.N), dan TotalEnergies SE (TTEF.PA). SAF akan menggantikan 10 persen atau 1,34 juta kiloliter bahan bakar yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan penerbangan Jepang pada tahun 2030, menurut Japan Transport and Tourism Research Institute (JTTRI).
7. Filipina
Cebu Pacific (CEB.PS), menerbangkan pesawat dari Singapura ke Manila dengan bahan bakar campuran 35 persen SAF dari Neste pada bulan September 2022.
Maskapai ini menandatangani kemitraan strategis jangka panjang dengan Shell Eastern Petroleum untuk menyediakan SAF secara lebih luas bagi armadanya melalui pasokan dan pembelian SAF di Asia Pasifik dan Timur Tengah, dengan volume awal setidaknya 25 kiloton per tahun.
8. Australia
Qantas Group (QAN.AX) meluncurkan Koalisi Bahan Bakar Penerbangan Berkelanjutan (Koalisi SAF) bekerja sama dengan Australia Post, KPMG Australia, Macquarie Group, cabang lokal Boston Consulting Group dan Woodside Energy pada 11 November 2022.
Qantas dan Airbus SE (AIR.PA) akan bersama-sama menginvestasikan 1,34 juta dolar AS untuk kilang bahan bakar nabati yang akan dibangun di negara bagian Queensland, Australia, yang akan mengubah produk sampingan pertanian menjadi SAF. Kilang ini diharapkan dapat memproduksi hingga 100 juta liter SAF per tahun, dengan konstruksi yang akan dimulai tahun depan.
Ini adalah investasi pertama dari dana 200 juta dolar AS yang disiapkan Qantas dan Airbus pada bulan Juni lalu untuk memulai industri SAF di Australia. Maskapai ini mengharapkan sekitar 10 persen bahan bakarnya berasal dari SAF pada tahun 2030, dan 60 persen pada tahun 2050.
November lalu, anggota Koalisi Pemimpin Iklim Ampol (ALD.AX), Brisbane Airport, Deloitte, Qantas dan Viva Energy (VEA.AX), mengusulkan pembentukan koridor SAF di Pantai Timur dalam Scope 3 Roadmap.
Dewan Jet Zero-style pertama di Australia, yang mencontoh kemitraan pemerintah-industri untuk produksi SAF di Inggris, diperkirakan bakal mengadakan pertemuan perdananya pada tahun anggaran ini yang berakhir pada Juni 2023. Dewan tersebut akan melengkapi Buku Putih Penerbangan, yang diharapkan akan selesai pada awal tahun 2024.