Ancaman Krisis Pangan Buntut dari Perubahan Iklim
Krisis pangan dapat dipicu perubahan iklim.
Perubahan iklim tidak boleh kita pandang sebelah mata. Pasalnya, perubahan iklim membawa implikasi negatif bagi banyak aspek kehidupan kita. Sebagai ilustrasi, di sektor bisnis, karena tingkat air yang berkurang akibat kekeringan di Terusan Panama, misalnya, jumlah kapal yang transit melalui terusan tersebut telah menurun secara signifikan selama setahun terakhir.
Kita sama-sama saksikan tahun 2023 lalu merupakan tahun terpanas yang pernah tercatat dalam sejarah. Bencana kekeringan ekstrem, banjir, dan kebakaran hutan membuat dampak perubahan iklim kian terasa nyata di seluruh dunia tahun lalu. Perubahan iklim meningkatkan frekuensi dan biaya bencana alam, yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, memperparah kemiskinan, serta menurunkan hasil produk pertanian. Kerusakan akibat bencana yang terkait dengan perubahan iklim akan masih membayangi perekonomian global maupun perekonomian nasional tahun ini dan tahun berikutnya.
Di sektor pangan, Organisasi Pangan Dunia (FAO) telah berulang kali mengingatkan soal krisis pangan yang dapat dipicu oleh perubahan iklim. Salah satu kajian FAO, misalnya, memprediksi bahwa akibat perubahan iklim, Pulau Jawa akan mengalami penurunan produksi pertanian sebesar 5 persen pada tahun 2025 dan penurunan 10 persen pada tahun 2050.
Maka, strategi perlu kita persiapkan untuk mengatasi ancaman krisis pangan akibat perubahan iklim. Membangun resiliensi sistem pangan adalah keniscayaan dalam menghadapi perubahan iklim. Salah satunya yaitu dengan menjaga ketersediaan air. Pasalnya, air adalah elemen penting dalam proses produksi bahan pangan. Peningkatan teknologi irigasi, untuk menjaga ketersediaan air demi mengantisipasi kemarau panjang akibat cuaca ekstrem, sangat perlu dilakukan.
Pemanfaatan robot di sektor pertanian untuk meningkatkan produksi pertanian serta untuk penghematan air dan sekaligus meminimalisir emisi gas rumah kaca dan zat polutan lainnya seyogianya mulai dijajaki. Pengembangan varietas tanaman pangan mesti pula diupayakan. Menghadapi kian seringnya kemunculan cuaca ekstrem dan kecenderungan terus meningkatnya temperatur Bumi, kita membutuhkan varietas tanaman pangan yang memiliki toleransi lingkungan cukup tinggi.
Diversifikasi bahan pangan pokok jangan pernah dikesampingkan. Kita tidak boleh terus melulu bergantung pada beras. Ketergantungan kita yang cukup tinggi pada beras akan dengan mudah menjerumuskan kita ke jurang krisis pangan di masa depan. Bahan-bahan pangan lokal non-beras perlu kita usahakan sebagai substitusi beras. Sudah waktunya sekarang ini membuang pola pikir lama bahwa beras adalah satu-satunya makanan pokok kita. Riset-riset untuk menemukan dan membudidayakan sumber-sumber pangan baru perlu digiatkan.
Pangan adalah kebutuhan utama umat manusia di mana pun. Tanpa pangan, kita tak mungkin survive, baik sebagai individu maupun sebagai sebuah bangsa. Ketersediaan bahan pangan harus selalu memadai. Ancaman terhadap ketersediaan pangan akibat perubahan iklim mesti mampu kita atasi dengan membangun resiliensi sistem pangan yang benar-benar andal.