Tim Advokasi Polda Metro tak Bacakan Kesimpulan di Sidang Aiman Witjaksono

Tim advokasi Polda Metro Jaya tidak membacakan kesimpulan di sidang Aiman Witjaksono.

Republika/Nawir Arsyad Akbar
Juru bicara Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Aiman Witjaksono. Tim advokasi Polda Metro Jaya tidak membacakan kesimpulan di sidang Aiman Witjaksono.
Red: Bilal Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Advokasi Polda Metro Jaya tidak membacakan kesimpulan pada sidang gugatan praperadilan yang diajukan pemohon, Aiman Witjaksono, atas kasus penyitaan empat barang bukti oleh penyidik.

Baca Juga


"Izin meninggalkan ruangan Yang Mulia, karena poin-poin kami sudah kami serahkan," kata Anggota Tim Advokasi Polda Metro Jaya AKBP Gunawan di Jakarta, Senin, ketika akan meninggalkan ruang sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

Menurut dia, tidak dibacakannya kesimpulan tersebut, karena poin-poinnya telah diserahkan kepada hakim yang menyidangkan sehingga tidak perlu dibacakan kembali.

Pada saat yang sama Hakim Tunggal Delta Tamtama mempersilakan Tim Advokasi Polda Metro Jaya untuk meninggalkan ruang sidang kesimpulan. "Diizinkan," kata Delta.

Ketua Tim Kuasa Hukum Aiman Witjaksono, Finsensius Mendrofa menyayangkan tidak dibacakannya kesimpulan pada saat persidangan, meskipun itu telah diperbolehkan oleh hakim.

"Kami menyayangkan saja, kenapa tidak dibacakan, ya meskipun sudah mendapatkan izin dari hakim," katanya.

Agenda lanjutan sidang gugatan praperadilan Aiman Witjaksono pada Senin memasuki kesimpulan, setelah Jumat (23/2) Polda Metro Jaya, menghadirkan ahli hukum pidana.

Pada sidang tersebut, ahli hukum pidana dari Universitas Krisnadwipayana (Unkris) Jakarta, Warasman Marbun mengatakan, surat penetapan penyitaan dapat dikeluarkan oleh Ketua atau Wakil Ketua Pengadilan Negeri setempat asalkan terdapat stempel lembaga.

"Itu (kewenangan untuk menandatangani) internal dari Pengadilan dan itu adalah sah menurut hukum," kata Warasman, Jumat (23/2).

Menurut dia, kewenangan untuk mengeluarkan penetapan surat penyitaan dari lembaga sehingga Ketua maupun Wakil Ketua (Waka) PN asalkan ada kop surat dan stempel lembaga maka sah.

Sehari sebelumnya, ahli hukum pidana dari Universitas Al-Azhar Indonesia Prof Suparji Ahmad menegaskan bahwa selain ketua pengadilan negeri (PN) tidak boleh menandatangani atau mengeluarkan surat persetujuan penyitaan.

"Dalam KUHAP, tidak ada pihak lain yang boleh menandatangani kecuali ketua pengadilan setempat," kata Suparji di Jakarta, Kamis (22/2).

Suparji mengatakan, ketentuan Pasal 38 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yaitu "penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin Ketua Pengadilan Negeri setempat

Aiman Witjaksono mengajukan permohonan praperadilan kepada PN Jaksel, terkait penyitaan telepon genggam, akun media sosial dan email oleh Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya, karena dinilai cacat hukum.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler