Santri Kediri Tewas Diduga Dianiaya Senior, Polisi Periksa Pengurus Ponpes
Polisi periksa pengurus Ponpes Al Hanifiyah Kediri soal santri tewas dianiaya senior
REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Polisi bakal memeriksa pengurus Pondok Pesantren PPTQ Al Hanifiyah Desa Kranding, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri, terkait tewasnya seorang santri berinisial BBM (14) yang dianiaya seniornya. Kasat Reskrim Polres Kediri Kota, AKP Nova Indra Pratama menyebut, pemeriksaan diperlukan untuk menggali penganiayaan yang dilakukan empat santri, yang saat ini telah ditetapkan tersangka.
"Pemeriksaan pengurusnya kita laksanakan klarifikasi pemeriksaan. Nanti kita dalami bagaimana pengetahuan dari pihak sekolah ataupun pondok (pesantren) tersebut," kata Nova, Rabu (28/2/2024).
Nova belum bisa memastikan apakah pengurus ponpes tersebut berpotensi jadi tersangka, atau kemungkinan ada tersangka lain. Ia memastikan bakal segera menginformasikan kepada masyarakat, jika nantinya ada penetapan tersangka baru.
"Kalau tersangka lain masih belum. Tapi tentunya mohon petunjuk kepada pimpinan dan termasuk juga hasil dari penyidikan. Apabila ada (tambahan tersangka) nanti kita sampaikan lagi," ujarnya.
Nova mengungkapkan, sejauh ini sudah ada delapan saksi yang dimintai keterangan terkait kasus tersebut. Delapan saksi yang diperiksa mulai dari rekan korban, hingga dokter yang memeriksa korban.
"Untuk saksinya yang jelas dari teman-teman yang ada di sekolah atau pondok tersebut. Kemudian dari kedokteran baik yang ada di Kediri maupun di Banyuwangi," ucapnya.
Terkait motif, Nova mengungkapkan, penganiayaan tersebut bermula dari kesalahpahaman yang berlanjut hingga terjadinya pertengkaran. "Untuk kesalahpahamannya masih kami telusuri mungkin karena dari chatting-an WA yang termasuk mungkin sudah teman-teman ketahui, termasuk kepada keluarga korban," kata dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, korban BBM meninggal dunia pada Kamis (22/2/2024) akibat dianiaya empat seniornya. Keempat seniornya yang telah ditetapkan tersangka adalah MN (18) warga Sidoarjo, MA (18) asal Nganjuk, AF (16) asal Denpasar, Bali, dan AK (17) asal Surabaya.