Kasus Bullying Santri Hingga Wafat di Kediri, ini Kata Rektor UIN Jakarta

Rektor UIN Jakarta menilai pesantren sangat mampu mencegah bullying.

Dok.Republika
Prof Asep Saepudin Jahar.
Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Santri sebuah pesantren di Kediri diduga menjadi sasaran bullying seniornya hingga wafat. Kasus ini menjadi sorotan masyarakat luas. 

Baca Juga


Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Asep Saepudin Jahar, menilai pesantren sebagai lembaga pendidikan mesti memiliki manajemen yang baik. Hal ini harus diselaraskan dengan kehidupan di pesantren. 

Guru Besar UIN Jakarta ini menjelaskan beberapa upaya mencegah bullying di pesantren.

Pertama, Pesantren harus memiliki sistem mitigasi yang terintegrasi dengan kurikulum, baik intra maupun ekstra.

Misalnya, dalam materi pelajaran, para santri belajar berbagai pengetahuan dengan nilai nilai etika, moral, dan akhlak yang baik.  

“Dalam kehidupan di asrama, pentingnya penekanan terhadap pertemanan yang berasal dari berbagai budaya dan sifat manusia, sehingga tidak mudah untuk melakukan perundungan atau bullying,” tuturnya, Rabu (28/2). 

Kedua, monitoring yang saksama dilakukan secara berjenjang.

Di asrama, misalnya, pemantauan dilakukan oleh ketua kamar, lalu pengurus asrama (santri), kemudian ustaz atau guru penanggung jawab asrama. Selain itu bagian pengasuhan juga perlu memantaunya. Lebih lanjut, di dalam kelas atau majelis ilmu, pun demikian.  

Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini menekankan monitoring perlu dilakukan oleh ketua kelas, wali kelas, dan organisasi santri atau siswa, hingga direktur atau kepala sekolah. 

Perlu CCTV

Bahkan, dalam sistem mengatur tempat tidur atau kamar juga harus selalu bergilir dan berubah tempat. Supaya ada penyegaran dan mengubah suasana sehingga tidak lagi jadi objek perundungan. 

“Di antara pengasuh pesantren juga perlu ada perhatian khusus agar terciptanya komitmen yang objektif untuk setiap santri, bahkan perlu ada kamera pengawas atau CCTV untuk mengontrol,” ucapnya.

Evaluasi juga penting dilakukan secara berkala

Hal ini dilakukan secara periodik: harian, dua harian, hingga satu pekan. Evaluasi dapat dipimpin langsung oleh pengasuh atau pimpinan pesantren setiap awal pekan. 

“Dalam program evaluasi ini, pengasuh sudah mengantongi beragam permasalahan di lingkungan pesantren dan memiliki solusi terhadapnya, baik itu reward maupun punishment,” kata Asep.  

 

Lihat halaman berikutnya >>>

 

Kemajuan teknologi informasi digital dapat digunakan untuk media pembelajaran

Khususnya terkait pemahaman bullying dan dalam rangka mitigasi terjadinya bullying. 

Menurut Asep, media digital ini juga berfungsi untuk media untuk melaporkan hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan pesantren. Sehingga pengurus pesantren bisa menanggulangi hal-hal yang tidak diinginkan dalam waktu singkat.

“Ini semua dapat dilakukan oleh manajemen pesantren yang baik, sehingga tidak ada lagi bullying terhadap santri di lembaga pendidikan pesantren, dan dapat menjadi pelopor anti bullying,” sebutnya. 

Kronologi

Santri di sebuah pondok pesantren yang terletak di Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri, Jawa Timur dikabarkan meninggal dunia pada Jumat (23/2) lalu. Kronologi meninggalnya santri berinisial BM (14 tahun) ini diduga karena dianiaya seniornya. 

Menurut keterangan pengasuh pesantren, Fatihunnada, ia mulanya mendapatkan kabar bahwa santri itu jatuh terpeleset di kamar mandi. Namun, ternyata ketika sesampainya di rumah duka, ia terkejut saat melihat tubuh santri itu mengalami memar dan bengkak pada bagian wajah sehingga menimbulkan kecurigaan dari keluarga korban atas kejadian yang menimpa anaknya.

Berdasarkan pemeriksaan Polres Kota Kediri, penganiayaan ini diduga karena adanya kesalahpahaman antara pelaku dengan korban. Sehingga saat ini Polres mengamankan keempat terduga pelaku berinisial MN (18 tahun), MA (18), AF (16), dan AK (17). 

sumber : mgrol151
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler