Tertidur Saat Khatib Khutbah, Batal atau Sah Sholat Jumatnya?
Dua khutbah Jumat hukumnya wajib dan menjadi syarat sahnya sholat Jumat.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dua khutbah Jumat hukumnya wajib dan menjadi syarat sahnya sholat Jumat. Khutbah Jumat disampaikan oleh seorang khatib.
Penyampaian tema khutbah tergantung apa yang akan disampaikan oleh khatib. Saat ini khutbah tak hanya berbahasa Arab, tetapi juga menggunakan bahasa Indonesia atau daerah sehingga lebih dipahami oleh jamaah.
BACA JUGA: Niat Sholat Jumat Makmum Lengkap dengan Wirid dan Doa
Khutbah disampaikan agar didengarkan oleh jamaah sholat Jumat. Bagaimana apabila jamaah tertidur ketika khatib sedang membacakan khutbah? Apakah sholat Jumat mereka sah?
Ahli tafsir Alquran Prof Quraish Shihab dalam buku Menjawab ?...1001 Soal Keislaman Yang Patut Anda Ketahui menjelaskan orang yang tidak mendengarkan khutbah karena tertidur, berbicara atau terlambat sholat Jumatnya tetap sah. Hanya saja mereka kehilangan ganjaran sholat Jumat.
Sebagaimana hadits Nabi yang diriwayatkan oleh enam perawi hadist standar dari Abu Hurairah sering disampaikan sebelum khatib memulai khutbahnya, "Jika engkau berkata kepada temanmu di hari Jumat, 'Diamlah!' Ketika imam sedang berkhutbah, maka engkau telah melakukan (Jumat) yang sia-sia."
Dan menurut sebagian ulama, kata Prof Quraish, khutbah merupakan pengganti dua rakaat di mana sholat Jumat dilaksanakan dua rakaat bukan empat rakaat seperti sholat zhuhur. Meski demikian, dengan tidak mendengarkan khutbah bukan berarti sholat jumatnya tidak sah.
Apakah tidur membatalkan wudhu?
Apakah tidur membatalkan wudhu?
Dan mengenai tidur apakah membatalkan wudhu? Prof Quraish mengatakan ada perbedaan pendapat di kalangan ulama madzhab. Menurut madzhab Syafi'i dan Hanafi, tidur yang membatalkan wudhu' yaitu ketika posisi tidur memungkinkan mengeluarkan angin (kentut) tanpa pelaku menyadarinya. Seperti tidur dalam keadaan telungkup, berbaring dan bersandar. Dengan demikian, maka itu membatalkan wudhu sekaligus sholat.
Tetapi apabila tidur dalam keadaan duduk secara mantap dan tidak memungkinkan mengeluarkan angin, maka wudhunya tidak batal sehingga bisa langsung melaksanakan sholat. Hal ini juga sesuai dengan hadis, "Wudhu' tidaklah wajib kecuali bagi yang tidur telentang." (HR at-Tirmidzi dan Ibnu 'Abbas).
Adapun madzhab Maliki dan Hambali tidak berdasarkan pada cara duduk untuk menilai batal tidaknya wudhu melainkan nyenyak tidaknya tidur. Tanda tidur nyenyak seseorang, yaitu apabila tidak mendengar suara atau tidak merasakan sesuatu jatuh dari yang dipegangnya atau keluarnya air liur yang meleleh dari sudut bibir.
Maka jika merasakannya, menurut dua madzhab tersebut wudhunya tidak batal karena tidurnya kategori ringan. Dan otomatis sholatnya pun sah. Namun, apabila ragu apakah tidurnya nyenyak atau tidak atau batal atau tidak, maka keyakinan mengalahkan keraguan.
Jika seseorang merasa yakin masih memiliki wudhu sementara tidurnya masih diragukan maka wudhunya tetap sah. Namun, Prof Quraish menegeskan tidak mendengarkan khutbah Jumat akan mengurangi pahala sholat Jumat.