Polisi Ungkap Ada 2 Motif Bully Geng 'Tai', Tradisi dan Hukuman

Polisi ungkap ada dua motif bully yang dilakukan geng Tai, yaitu tradisi dan hukuman.

ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal
Kasat Reskrim Polres Kota Tangerang Selatan AKP Alvino Cahyadi (tengah). Polisi ungkap ada dua motif bully yang dilakukan geng Tai, yaitu tradisi dan hukuman.
Rep: Ali Mansur Red: Bilal Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Polres Tangerang Selatan membeberkan motif dan kronologis kasus dugaan perundungan atau bulliying di Binus School Serpong, Tangerang Selatan. Dalam kasus itu penyidik Polres Tangerang Selatan telah menetapkan empat orang sebagai tersangka dan delapan anak yang berkonflik dengan hukum (ABH). Keempat tersangka berinisial E (18 tahun), R (18 tahun), J (18 tahun) dan G (19 tahun). 

Baca Juga


“Motif sementara yang bisa disimpulkan ada dua. Pada tanggal 2 dan 13 Januari 2024. Pada tanggal 2 Februari untuk para anak-anak pelaku menjalankan semacam tradisi yang tidak tertulis sebagai tahapan untuk bergabung dalam suatu kelompok,” jelas Kasat Reskrim Polres Tangsel, Ajun Komisaris Alvino Cahyadi dalam konferensi pers di Polres Metro Tangerang Selatan, Jumat (1/3/2024). 

Kemudian untuk motif kedua pada tanggal 13 Januari, kata Alvino, para pelaku melakukan kekerasan diduga sebagai hukuman. Karena para pelaku mendapatkan informasi bahwa korban menceritakan kegiatan tradisi tersebut kepada korban. Akibat tindakan perundungan yang berujung kekerasan terhadap korban  (laki-laki 17 tahun) mengalami luka-luka dan sempat dirawat di rumah sakit. 

“Akibat kekerasan tersebut berdasarkan hasil visum et reperdum anak korban (laki-laki 17 tahun) mengalami luka-luka, memar, luka lecet di leher, luka bekas sundutan rokok pada leher bagian belakang dan luka bakar pada lengan tangan kiri,” beber Alvino Cahyadi.

Sementara untuk kronologis kejadian tindak pidana perundungan tersebut, kata Alvino, berawal pada tanggal 2 Januari 2024 di Warung Ibu Gaul (WIG) di  sekitar Binus School Serpong. Ketika itu 12 pelaku yang tergabung dalam kelompok geng ‘TAI’ secara bergantian melakukan tindakan kekerasan terhadap anak korban. Hal itu dilakukan sebagai tradisi jika hendak bergabung atau masuk ke dalam kelompok geng ‘TAI’. 

Kemudian pada tanggal 12 Februari 2024 anak korban menceritakan tindakan kekerasan yang dialaminya kepada temannya yang juga tidak disebutkan inisialnya. Para pelaku berjumlah enam orang yang mengetahui bahwa anak korban bercerita tersebut tidak terima dan kembali melakukan tindakan kekerasan terhadap anak korban. Akibatnya anak korban mengalami ketakutan, tertekan dan stres akut. 

“Perannya itu intinya melakukan kekerasan. Anak korban berusia 17 tahun pelajar kelas 1 SMA,“ terang Alvino Cahyadi.

Akibat perbuatannya keempat tersangka dan delapan anak yang berkonflik dengan hukum dikenakan Pasal 76C juncto Pasal 80 UU No.35 Th. 2014 atas perubahan UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-undang dan/atau Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan. Namun dalam konferensi pers pihak kepolisian tidak menampilkan para tersangka dan delapan ABH di depan awak media.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler