Netanyahu Pun Terpengaruh Rabi Yahudi Soal Mitos Sapi Merah
Netanyahu telah mengambil tindakan soal kuil sapi merah.
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Israel selama ini selalu membanggakan sekularisme mereka. Maka secara teoritis, itu akan menjauhkan mereka dari gerakan keagamaan ekstremis. Namun nyatanya tidak demikian, karena ada dua gerakan besar di tubuh Israel.
Pertama adalah kelompok beragama yang memandang hukum Yahudi sebagai pengatur masyarakat dan aturan-aturan turunannya. Kedua, adalah kelompok sekularis yang memandang diri mereka sebagai bagian dari Eropa sekuler, dan memandang Yahudi sekadar sebagai nasionalisme yang menyatukan masyarakat dan tidak serta-merta mengatur berdasarkan aturan agamanya.
Ada sejumlah tanda bahwa pemerintahan Benjamin Netanyahu saat ini terpengaruh oleh ide-ide yang dimunculkan oleh kelompok agama Yahudi. Pemerintahan Netanyahu memang merupakan pemerintahan Zionisme religius yang unggul, tetapi sejatinya tidak sebatas pada pemerintahan.
Kolumnis untuk laman Aljazeera, yang merupakan Guru Besar Studi Yerusalem di Universitas Istanbul Dr Abdullah Ma'ruf menjelaskan, beberapa menteri di bawah pemerintahan Netanyahu dan pemerintahan sebelumnya, telah mengambil tindakan luar biasa terkait ide sapi merah. Sebagai catatan, pemerintahan Israel sebelum Netanyahu ada di bawah pimpinan gerakan kiri-tengah.
Mantan pejabat media dan hubungan masyarakat di Masjid Al-Aqsa itu menyampaikan, salah satu bentuk penerimaan mereka terhadap mitos sapi merah ini ialah pemberian fasilitas dari Kementerian Pertanian untuk memasukkan sapi secara luar biasa dan tanpa melalui pemeriksaan wajib atau pemasangan segel khusus pada sapi.
Hal lainnya adalah kehadiran Direktur Jenderal Kementerian Urusan Yerusalem dalam upacara “penerimaan” lima ekor sapi setibanya dari Texas Amerika, di hadapan Rabbi Yisrael Ariel, yang merupakan wakil dari ekstrimis Rabbi Meir Kahane, yang diklasifikasikan sebagai seorang teroris di Israel sendiri.
Selain itu, Kementerian Urusan Yerusalem juga memfasilitasi perolehan sebidang tanah di atas Bukit Zaitun untuk dijadikan taman, meski sebenarnya dialokasikan dan disiapkan untuk melakukan ritual, dan prosedur khusus lainnya.
"Semua ini dengan jelas menunjukkan sejauh mana pemerintahan yang berbeda-beda dipengaruhi oleh mitos ini, namun dalam kasus pemerintahan sayap kanan Netanyahu, permasalahan ini mencapai puncaknya," demikian dijelaskan Ma'ruf.
Pemerintahan Netanyahu bersedia mencapai tujuan akhir dalam proyek gerakan keagamaan Zionis dan ekstrim kanan di Israel. Hal ini sebenarnya menunjukkan proses pengambilan keputusan di pemerintahan Israel dikontrol gerakan keagamaan Zionis dan eksterm kanan di sana.
Kelompok agama ekstremis berupaya mengambil kendali penuh pemerintahan di Israel melalui amandemen hukum yang disetujui di Knesset. Zionis juga berusaha menguasai pejabat rabi negara dengan mengajukan calonnya.
Dengan demikian, akan tiba perayaan sapi merah dan persiapan pelaksanaan ritual bersuci di Bukit Zaitun dengan tujuan mencabut fatwa larangan orang Yahudi memasuki Al-Aqsa. Ini akan membuka jalan bagi jutaan orang Yahudi yang beragama untuk berpartisipasi dalam penyerbuan Masjid Al Aqsa, setelah jumlah mereka yang terkuat tidak melebihi 2.200 orang.
Seluruh anggota gerakan ultra-Ortodoks Yahudi mencakup sekitar 13 persen populasi Israel dan berjumlah lebih dari 1,25 juta orang. Mereka ini adalah kelompok yang menolak mengikuti seruan menyerbu Al-Aqsa karena tunduk pada fatwa Kepala Rabbi yang melarang masuk ke masjid sebelum ritual sapi merah.
Lantas dapat dibayangkan jika mereka memutuskan menyerbu Masjid Al-Aqsa pada "peringatan kehancuran kuil" setelah ritual sapi merah itu, tapi fatwa tersebut dibatalkan oleh pemerintahannya sendiri. Segalanya dengan cepat meningkat menjadi perang agama yang sengit.
Karena itu, para anggota kelompok ekstremis ini dan sekutu mereka dari gerakan Kristen evangelis konservatif di Amerika mencoba untuk mendorongnya, demi mengejar mitos Mesias.
Sekilas, seluruh janji Netanyahu menunjukkan bahwa dia tidak terpengaruh oleh persepsi keagamaan kelompok ekstremis sayap kanan, tetapi pada akhirnya membiarkan ide ekstremis Yahudi itu terjadi. Netanyahu seakan terkontaminasi dengan mitos sapi merah tersebut.
Hal ini dibuktikan dengan masuknya 5 sapi ke Israel yang diatur dan difasilitasi oleh pemerintahan kiri-tengah sebelumnya memperjelas bahwa pengaruh gerakan keagamaan ekstremis tidak hanya terjadi pada pemerintahan sayap kanan Israel, melainkan merupakan masalah yang melintasi gerakan politik Israel terlepas dari orientasi mereka.
Sebab, justru gerakan keagamaan ekstremislah yang mengatur prosedur terkait Yerusalem di lapangan, tanpa memandang siapa yang memimpin pemerintahan di Israel. Gerakan keagamaan Yahudi ekstremis ini terbilang kuat meski kehadiran pemerintahan sayap kanan, seperti pemerintahan Netanyahu, bisa mengontrol sayap kanan untuk urusan di negara pendudukan.
Menurut Ma'ruf, apa yang terjadi di wilayah Palestina saat ini mendorong ke arah bentrokan agama yang kekerasannya tidak kalah hebatnya dengan peristiwa tahun 2021. Permusuhan agama yang dilakukan oleh pemerintahan Israel meningkat ke level tertinggi seiring dengan tren Zionisme agama.
"Permusuhan agama ini hanya akan menyebabkan ledakan situasi di kawasan secara keseluruhan, dan jenis ledakan yang paling berbahaya adalah ledakan yang berlatar belakang agama murni. Akankah dunia menyadari hal ini dan menghentikan kecerobohan pemerintah pendudukan yang tidak bertanggung jawab ini? Termasuk sekutunya?," jelas Ma'ruf.