Perubahan Iklim dan El Nino Pengaruhi Produksi Beras di Indonesia
El Nino sangat memengaruhi ketersediaan pangan di Indonesia.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Harga beras khususnya beras premium saat ini mengalami kenaikan. Data Panel Harga Pangan oleh Badan Pangan Nasional menunjukkan, per hari Jumat (1/3/2024), harga beras premium menyentuh Rp 16.510 per kilogram, adapun beras medium Rp 14.350 per kilogram. Dan perubahan iklim disebut sebagai salah satu biang kerok dari masalah ini.
Pakar Meteorologi dan Klimatologi dari BRIN, Prof Edvin Aldrian, mengungkapkan bahwa perubahan iklim dan El Nino sangat mempengaruhi ketersediaan pangan di Indonesia. Ia menjelaskan, perubahan iklim yang memicu pemanasan suhu global, ditambah kemunculan El Nino pada pertengahan tahun 2023 membuat banyak petani gagal panen, sehingga harga beras kini merangkak naik.
“Sepanjang tahun 2023, suhu rata-rata global mendekati 1,5 derajat Celcius. Itu rekor. Pertengahan tahun 2023 juga muncul El Nino yang membuat suhu di Indonesia semakin panas dan kering. Kedua hal tersebut sangat mempengaruhi ketersediaan pangan di Indonesia,” kata Prof Edvin dalam webinar tentang keberlanjutan pangan di tengah krisis iklim pada Selasa (5/3/2024).
Untuk mencapai swasembada pangan di tengah tantangan iklim, Prof Edvin menekankan pentingnya mengantisipasi dan memprediksi kemunculan El Nino ataupun La Nina. Melalui antisipasi yang lebih dini, maka negara dapat menghemat biaya yang tidak perlu dan pasokan beras pun bisa aman.
“Kemampuan memprediksi El Nino dan La Nina itu sangat penting karena bisa membantu kita dalam menghadapi ketahanan pangan,” kata Prof Edvin.
Lantas bagaimana cara mengantisipasi El Nino? Prof Edvin menjelaskan bahwa lautan Indonesia yang begitu luas dapat menjadi kunci dalam memprediksi El Nino dan La Nina. Prediksi tersebut dapat dilakukan melalui penggunaan perangkat lunak dengan pemodelan laut, dan perangkat keras dengan memasang buoy untuk mengamati perubahan suhu, arus, serta tekanan laut.
Untuk wilayah Indonesia, pengamatan dapat dilakukan di pintu masuk Arus Lintas Indonesia (Arlindo), yakni di wilayah laut yang menghadap ke Samudra Pasifik terutama di laut dalam Indonesia Timur. Menurut Prof Edvin, laut di Indonesia Timur adalah laut yang dalam dan terus dipengaruhi Arlindo, sedangkan di sebelah barat adalah laut dangkal yang lebih sering terpengaruh oleh sifat musiman dibandingkan Arlindo.
“Data kelautan Indonesia pada kanal atau pintu masuk utama Arlindo dapat dipakai sebagai prekursor kedatangan El Nino hingga 5 bulan sebelumnya dengan tingkat keyakinan yang tinggi. Jadi saya kira penting untuk menerapkan kemampuan prediksi El Nino dan La Nina di tengah tantangan iklim seperti sekarang,” kata dia.