Pengamat: Pansus Pemilu di DPD Bentuk Anomali Politik
Pengamat menilai pembentukan Pansus Kecurangan Pemilu di DPD bentuk anomali politik.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Universitas Padjadjaran Ari Ganjar menyebut bahwa pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Pemilu 2024 untuk menyelidiki dugaan kecurangan bersifat anomali dalam kekuatan politik, karena dinilai sebelumnya institusi tersebut cenderung pro dengan pihak yang berkuasa.
Dia menilai potensi Pansus untuk memakzulkan presiden pun tergolong kecil, karena prosedur yang perlu ditempuh oleh institusi tersebut pun sangat panjang. Namun secara normatif, menurutnya DPD sedang menjalankan fungsinya.
"Pansus kecurangan pemilu dari DPD ini bisa dibaca secara normatif maupun politik, meski keduanya sebenarnya tidak bisa dipisah," kata Ari saat dihubungi di Jakarta, Kamis (7/3/2024).
Menurutnya saat ini di tingkat masyarakat memang ada semacam kebingungan terkait dengan penyelenggaraan pemilu. Oleh karena itu, menurutnya pansus yang dibuat DPD menjadi sarana untuk memberikan kejelasan kepada masyarakat atas isu tersebut, bila DPD benar-benar menjalankan fungsinya.
Dia menilai masyarakat sipil demokratis mungkin melihat potensi delegitimasi terhadap institusi pemilu ke depannya apabila tidak ada kejelasan atas dugaan kecurangan pemilu. Menurutnya hal itu pun sangat berbahaya bagi demokrasi Indonesia.
"Pansus DPD juga bisa saja menandakan bahwa Jokowi juga harus melirik mereka dalam konstelasi politik akhir-akhir ini," tuturnya.
Sebelumnya pada Selasa (5/3), DPD menyepakati pembentukan Pansus Pemilu 2024 pada Sidang Paripurna ke-9 DPD RI Masa Sidang IV Tahun Sidang 2023-2024 di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta.
Pembentukan Pansus itu merupakan tindak lanjut dari Laporan Posko Pengaduan Kecurangan Pemilu yang di bentuk DPD RI di setiap provinsi yang menemukan sejumlah indikasi kecurangan pemilu. DPD RI menyikapi laporan tersebut dengan mengagendakan memanggil KPU, Bawaslu, Kapolri dan pihak terkait melalui Komite I.