Thomas Djamaluddin Sebut Posisi Bulan Penentu Ramadhan Masih Sangat Rendah pada 10 Maret

Pemerintah akan menggelar sidang isbat seusai Maghrib pada 10 Maret 2024.

Republika/Putra M. Akbar
Peneliti Astronomi dan Astrofisika BRIN Thomas Djamaluddin.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyatakan posisi bulan di Indonesia masih sangat rendah hanya 0,7 derajat dan elongasi 1,7 derajat yang menyebabkan bulan belum terlihat pada tanggal 10 Maret 2024. Peneliti Astronomi dan Astrofisika BRIN Thomas Djamaluddin mengatakan, posisi itu belum memenuhi kriteria baru yang mengacu pada hasil kesepakatan Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS).

Baca Juga


"Kriteria MABIMS minimal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat," kata Thomas, di Jakarta, Jumat (8/3/2024).

Penerapan kriteria baru MABIMS berdampak terhadap perubahan dalam penghitungan dan penetapan awal bulan Hijriah. Selama ini kriteria hilal (bulan) awal Hijriah adalah ketinggian 2 derajat, elongasi 3 derajat, dan umur bulan 8 jam. Namun, berdasarkan hasil kesepakatan MABIMS pada tahun 2021 kriteria hilal berubah menjadi ketinggian hilal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat.

Thomas menuturkan, perubahan kriteria tersebut berpengaruh terhadap penentuan awal bulan Hijriah, terutama di Indonesia yang menggunakan metode hisab dan rukyat. Menurutnya, rukyat (pengamatan) dan hisab (perhitungan) secara astronomi dinilai setara dalam penentuan awal bulan Hijriah, sehingga tidak ada dikotomi antara rukyat dan hisab.

"Metode rukyat hilal diterapkan pada tanggal 29 Hijriah untuk melaksanakan contoh Rasul -ta’abudi-. Agar rukyat akurat, arahnya dibantu dengan hasil hisab," kata Thomas.

"Hisab bisa digunakan untuk membuat kalender sampai waktu yang panjang di masa depan. Agar hisab merujuk juga pada contoh Rasul, maka kriterianya dibuat sesuai dengan hasil rukyat jangka panjang, berupa data visibilitas hilal atau imkan rukyat -kemungkinan bisa dirukyat-,” katanya.

Thomas mengatakan, apabila melihat garis tanggal yang bersifat global, maka wilayah yang memenuhi kriteria MABIMS hanya Benua Amerika. Sedangkan, wilayah Asia Tenggara tidak memenuhi kriteria rukyatul hilal. Berdasarkan hisab baru tanggal 12 Maret 2024 sebagai 1 Ramadan.

Sementara bila mengacu kepada kriteria wujudul hilal, maka tanggal 10 Maret 2024 sudah memenuhi kriteria. Karena itu, organisasi masyarakat atau ormas Muhammadiyah menetapkan awal bulan puasa pada 11 Maret 2024.

"Nanti akan dibuktikan saat rukyat pada saat Maghrib tanggal 10 Maret 2024 atau 29 Syaban 1445, Hijriah," kata Thomas.

Dia menyampaikan lebih lanjut bahwa penerapan rukyat dan hisab bisa dipersatukan dengan kriteria visibilitas hilal atau imkan rukyat. Thomas berpendapat, terjadinya perbedaan awal bulan Hijriah, seperti Ramadan, Syawal, dan Zulhijah, bukan karena perbedaan antara metode hisab dan rukyat, tetapi akibat perbedaan kriteria hilal dan otoritas.

Kriteria menjadi dasar pembuatan kalender berbasis hisab yang dapat digunakan dalam prakiraan rukyat. Kriteria juga harus mengupayakan titik temu pengamal rukyat dan pengamal hisab, untuk menjadi kesepakatan bersama, termasuk MABIMS.

"Perbedaan yang terjadi itu lebih disebabkan karena perbedaan kriteria dan perbedaan otoritas yang belum bisa disatukan, tapi Kementerian Agama dan Majelis Ulama terus mengupayakan adanya titik temu," kata Thomas.

"Perbedaan kita hormati, tetapi upaya mencapai titik temu bisa kita teruskan," katanya.

 

 

 

 

 

Kementerian Agama mengimbau umat Islam untuk mengedepankan dialog serta saling menghormati terhadap potensi perbedaan awal puasa Ramadhan 1445 Hijriah/2024 Masehi. "Kita hormati pilihan dan keyakinan umat Islam dalam mengawali puasa Ramadhan 1445 H/2024 M. Sikap saling menghormati perlu dikedepankan dalam menyikapi perbedaan-perbedaan," ujar Juru Bicara Kemenag Anna Hasbie di Jakarta, Jumat.

Puasa Ramadhan 1445 H/2024 M di Indonesia berpotensi tidak diawali secara bersama-sama. Mayoritas umat Islam akan mengawali puasa Ramadhan 1445 H pada 11 atau 12 Maret 2024.

Majelis Tarjih Pengurus Pusat Muhammadiyah sudah mengumumkan awal puasa Ramadhan pada 11 Maret 2024, sedangkan pemerintah baru akan menggelar sidang isbat awal Ramadhan 1445 H pada 10 Maret 2024.

"Sidang akan memutuskan apakah puasa Ramadhan tahun ini akan dimulai pada 11 atau 12 Maret," kata dia.

Namun demikian, ada kelompok jamaah yang sudah mulai puasa pada 7 Maret. Ada juga yang akan mulai berpuasa pada 10 Maret mendatang.

Dalam semangat saling menghormati itu, kata Anna, ruang dialog tetap harus dibuka sebab ilmu pengetahuan sudah semakin maju dan berkembang, termasuk terkait dengan astronomi. Penentuan awal bulan Hijriah bisa didekati secara empiris melalui hisab dan atau rukyatul hilal, tidak semata berdasar keyakinan spiritual,  sehingga argumentasi tentang hal itu juga ilmiah.

"Kemenag terus membuka ruang dialog dan diskusi terkait penentuan awal Ramadhan. Dari situ diharapkan akan terjadi proses tukar informasi dan pemahaman terkait pilihan dalam mengawali puasa Ramadhan," kata dia.

Muhammadiyah, misalnya, menetapkan Ramadhan pada 11 Maret karena argumentasi hisab wujudul hilal. Sedangkan, pemerintah menggunakan pendekatan hisab sebagai informasi awal dan rukyatul hilal ​​sebagai konfirmasi.

"Bagaimana argumentasi awal Ramadhan 1445 H pada 7 Maret atau 10 Maret? Kita bisa diskusikan agar bisa saling memberikan pemahaman," kata Anna.

 

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler