Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Muslimah Ketika Sedang Haid

Haid merupakan waktu wanita untuk menghormati siklus alaminya.

Google
Darah Menstruasi (Ilustrasi)
Rep: mgrol151 Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Wanita memiliki keistimewaan yang luar biasa, termasuk saat menjalani menstruasi atau haid. Selain menjadi tanda kesuburan dan kesehatan reproduksi, haid juga merupakan waktu yang memungkinkan wanita untuk merenung, menghargai tubuhnya, dan menghormati siklus alaminya. 

Baca Juga


Wanita yang mengalami haid tidak hanya menunjukkan kekuatan fisik tetapi juga ketabahan mental dalam menghadapi perubahan hormonal dan fisik setiap bulan. Kondisi haid wanita merupakan momen yang memperkuat ikatan antara wanita dengan tubuhnya dan memberikan kesempatan untuk memahami dan menghormati keunikan mereka.

Dalam Islam, terdapat beberapa hal yang tidak boleh dikerjakan oleh wanita ketika masa haid. Di antaranya:

Pertama, tidak boleh melakukan sholat wajib dan sunnah

Hal itu tertuang dari Fatimah binti Abi Hubaisy yang berkata:

فَإِذَا أَقبَلَتْ حَيضَتُكِ فَدَعِي الصَّلاَةَ، وَإِذَا أَدبَرَتْ فَاغْسِلِي عَنْكِ الدَّمَ ثُمَّ صَلِّي

Apabila datang masa haidmu, tinggalkanlah solat; dan jika telah berlalu, mandilah kemudian shalatlah." (HR Bukhari). 

Maka, setiap wanita haid tidak diperbolehkan melakukan ibadah solat wajib dan sunnah, dan tidak perlu mengqadhanya, sesuai hadis yang  dinarasikan oleh Aisyah radhiallahu anhu, yaitu:

مَا بَالُ الْحَائِضِ تَقْضِى الصَّوْمَ وَلاَ تَقْضِى الصَّلاَةَ فَقَالَتْ أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ قُلْتُ لَسْتُ بِحَرُورِيَّةٍ وَلَكِنِّى أَسْأَلُ. قَالَتْ كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلاَ نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاَةِ.

"Kenapa gerangan wanita yang haid mengqadha' puasa dan tidak mengqadha' solat?" Maka Aisyah menjawab, "Apakah kamu dari golongan Haruriyah?" Aku menjawab, "Aku bukan Haruriyah," akan tetapi aku hanya bertanya. Dia menjawab, "Kami dahulu juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk mengqadha' puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha' solat." (HR Muslim).

Ketentuan ini juga terdapat dalam hadis dari Mu'adzah, saat ada perempuan yang bertanya pada Aisyah: 

أَتَجْزِى إِحْدَانَا صَلاَتَهَا إِذَا طَهُرَتْ فَقَالَتْ أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ كُنَّا نَحِيضُ مَعَ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - فَلاَ يَأْمُرُنَا بِهِ . أَوْ قَالَتْ فَلاَ نَفْعَلُهُ

"Apakah kami perlu mengqadha  solatt kami ketika suci?" Aisyah menjawab, "Apakah engkau seorang Haruri? Dahulu kami mengalami haid di masa Nabi SAW masih hidup, namun beliau tidak memerintahkan kami untuk mengqadhanya. Atau Aisyah berkata, "Kami pun tidak mengqadhanya." (HR Bukhari).

Kedua, dilarang melaksanakan tawaf 

 

Lihat halaman berikutnya >>>

 

 

Dalam kisah Sayyidah Aisyah radhiyallahu anhu melaksanakan haji,  namun ketika sampai Makkah beliau dalam keadaan tidak suci (haid). Kemudian beliau bertanya kepada Nabi Muhammad SAW, apa  yang harus dilakukan Aisyah  untuk melaksanakan ibadah di Makkah ketika sedang haid.

Nabi Muhammad SAW, menjawab: “Lakukan sebagaimana yang dilakukan oleh orang yang berhaji, hanya saja jangan tawaf di Baitullah sebelum suci.” 

Hadis lebih lengkapnya yaitu, 

عَنْ عَائِشَةَ ، زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، أَنَّهَا قَالَتْ : قَدِمْتُ مَكَّةَ وَأَنَا حَائِضٌ لَمْ أَطُفْ بِالْبَيْتِ ، وَلا بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ ، فَشَكَوْتُ ذَلِكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَقَالَ : افْعَلِي مَا يَفْعَلُ الْحَاجُّ غَيْرَ أَنْ لا تَطُوفِي بِالْبَيْتِ حَتَّى تَطْهُرِي هَذَا حَدِيثٌ مُتَفَّقٌ عَلَى صِحَّتِهِ ،

"Dari Aisyah radhiyallahu anhu  istri Nabi SAW, ia berkata, 'Saya telah sampai di Makkah, sedangkan saya dalam keadaan haid sehingga saya tidak melaksanakan tawaf di Baitullah, tidak juga mengerjakan sa'i antara bukit Shafa dan Marwa. Lantas, saya pun mengatakan hal tersebut kepada Rasulullah SAW. Beliau pun merespon dengan menyatakan, 'Lakukan apa yang dilakukan orang yang berhaji, hanya saja jangan melaksanakan tawaf di Baitullah sebelum suci'. Ini adalah hadits yang disepakati kesahihannya." (HR Muslim). 

Jadi, setiap wanita yang sedang haid diperbolehkan melakukan amalan-amalan haji kecuali tawaf.  

Ketiga, tidak diperbolehkan mengikuti puasa, baik wajib maupun sunnah 

Puasa adalah praktik spiritual yang dilakukan oleh banyak agama di seluruh dunia. Dalam Islam, puasa dianggap sebagai salah satu dari lima rukun Islam dan diwajibkan bagi umat Muslim dewasa yang sehat secara fisik dan mental selama bulan Ramadhan.

Namun, bagi wanita yang dalam masa haid dilarang oleh melaksanakan puasa karena dalam kondisi tidak suci. 

Hal ini dibenarkan dalam hadis  riwayat dari Abu Sa’id al-Khudri yang menjelaskan tentang kekurangan wanita dibanding pria, antara lain berbunyi:

أليسَ إذا حاضَتْ لَمْ تُصَلِّ ولَمْ تَصُمْ قُلْنَ: بَلى

Bukankah wanita itu bila sedang haid tidak shalat dan tidak puasa? Jawab mereka (para wanita) “Ya demikianlah”. (HR. Al-Bukhari). 

Namun, ketentuan puasa ini berbeda dengan ketentuan solat. Jika solat tidak perlu menggantinya dengan qadha, tapi puasa perlu mengqadhanya. Bisa dilakukan pada puasa sunnah senin kamis, puasa dawud, atau pada hari-hari lainnya selain hari tasyrik. 

Hal tersebut disampaikan juga dalam hadis berikut:

عن معاذة قالت: سَأَلْتُ عائِشَةَ فَقُلتُ: ما بالُ الحائِضِ تَقْضِي الصَّوْمَ، ولا تَقْضِي الصَّلاةَ. فَقالَتْ: أحَرُورِيَّةٌ أنْتِ؟ قُلتُ: لَسْتُ بحَرُورِيَّةٍ، ولَكِنِّي أسْأَلُ. قالَتْ: كانَ يُصِيبُنا ذلكَ، فَنُؤْمَرُ بقَضاءِ الصَّوْمِ، ولا نُؤْمَرُ بقَضاءِ الصَّلاةِ

Dari Mu’adzah dia berkata, “Saya bertanya kepada Aisyah seraya berkata, ‘Kenapa wanita haid mengqadha’ puasa dan tidak mengqadha’ solat?’ Aisyah menjawab, ‘Apakah kamu dari golongan Haruriyah?’ Aku menjawab, ‘Aku bukan Haruriyah, akan tetapi aku hanya bertanya.’ Dia menjawab, ‘Kami dahulu mengalami haid, kami diperintahkan untuk mengqadha’ puasa dan tidak diperintahkan mengqadha’ solat’. (HR. Muslim)

 

Lihat halaman berikutnya >>>

 

 

Keempat, membaca Alquran 

Banyak perbedaan pendapat ulama mengenai hukum membaca Alquran bagi wanita ketika haid, ada yang membolehkan dan yang melarang.

Namun, pada dasarnya membaca Alquran ketika haid dilarang. Kecuali, membaca Alquran yang berisi terjemah bahasa Indonesia. 

Dalam Ensiklopedi Fiqh dinyatakan,

يجوز عند جمهور الفقهاء للمحدث مس كتب التفسير وإن كان فيها آيات من القرآن وحملها والمطالعة فيها ، وإن كان جنبا ، قالوا : لأن المقصود من التفسير : معاني القرآن ، لا تلاوته ، فلا تجري عليه أحكام القرآن .

Menurut jumhur ulama, orang yang hadats  termasuk wanita haid atau orang junub boleh menyentuh kitab tafsir, membawanya, atau mempelajarinya. Meskipun disana terdapat ayat-ayat Alquran. Mereka mengatakan, karena sasaran kitab tafsir adalah makna Alquran, bukan untuk membaca Alquran. Sehingga tidak berlaku aturan Alquran. 

Kemudian diberikan rincian,

وصرح الشافعية بأن الجواز مشروط فيه أن يكون التفسير أكثر من القرآن لعدم الإخلال بتعظيمه حينئذ ، وليس هو في معنى المصحف. وخالف في ذلك الحنفية ، فأوجبوا الوضوء لمس كتب التفسير

Syafi’iyah menegaskan, bahwa bolehnya menyentuh kitab tafsir, dengan syarat jika tulisan tafsirnya lebih banyak dibandingkan teks Alqurannya, sehingga tidak lagi disebut menyepelekan kemuliaan Alquran. Dan kitab tafsir tidak disebut mushaf Alquran. Sementara Hanafiyah memiliki  pendapat berbeda, mereka mewajibkan wudhu bagi yang menyentuh kitab-kitab tafsir. (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, 13/97).

Dengan demikian, yang dilarang ialah Mushaf Alquran (berisi tulisan arab). Sedangkan jika yang dibaca oleh wanita haid adalah Kitab Tafsir Alquran yang didalamnya lebih banyak terjemah bahasa Indonesia, maka itu diperbolehkan. 

Kelima, bersetubuh antara suami dan istri

Sebagaimana firman Allah dalam Surat al-Baqarah ayat 222, yang berbunyi:  

وَيَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْمَحِيْضِۗ قُلْ هُوَ اَذًىۙ فَاعْتَزِلُوا النِّسَاۤءَ فِى الْمَحِيْضِۙ وَلَا تَقْرَبُوْهُنَّ حَتّٰى يَطْهُرْنَۚ فَاِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ اَمَرَكُمُ اللّٰهُۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ

Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang haid. Katakanlah, “Itu adalah suatu kotoran.” Maka, jauhilah para istri (dari melakukan hubungan intim) pada waktu haid dan jangan kamu dekati mereka (untuk melakukan hubungan intim) hingga mereka suci (habis masa haid). Apabila mereka benar-benar suci (setelah mandi wajib), campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri. (QS. Al-Baqarah: 222). 

Maka sangat jelas dalam firman Allah tersebut, ketika sedang haid tidak diperbolehkan bersetubuh antara suami dengan istri. 

Hadis lainnya yang diriwayatkan oleh Muslim, berbunyi:  

 

Dari Anas radhiallahu anhu bahwa orang Yahudi bila wanita mereka mendapat haid, tidak memberikan makanan. Rasulullah SAW bersabda: "Lakukanlah segala yang kau mau kecuali hubungan badan." (HR. Muslim).

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler