GPK Jateng Sebut Perolehan Suara Taj Yasin Kalahkan PPP
Gus Yasin mengumpulkan 3,8 juta suara (20,7 persen) pemilih di Jateng.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berdasarkan penghitungan rekapitulasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI pada Selasa (12/3/2024) dini hari WIB, calon anggota DPD RI dari Jawa Tengah (Jateng), Taj Yasin Maimoen memperoleh suara tertinggi se-Indonesia. Gus Yasin, sapaan akrabnya, berhasil mengumpulkan 3,8 juta suara atau 20,7 persen suara pemilih di Jateng.
Suara yang didapatkan Gus Yasin merupakan tertinggi se-Indonesia bagi calon anggota DPD. Bahkan, lebih tinggi dari Komeng Alfiansyah yang meraup 3,2 juta dari pemilihan Jawa Barat.
Baca: Prabowo Kalahkan Anies di Jakarta, Berikut Perincian Angkanya
Wakil Ketua Pengurus Wilayah Gerakan Pemuda Ka'bah (PW GPK) Jateng, Badruzzaman Zamzami menilai, perolehan suara Gus Yasin berbanding terbalik dengan suara Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang menjadi juru kunci dalam penghitungan sementara partai politik yang berpeluang lolos ke parlemen.
"Bisa jadi suara PPP secara nasional kalah dengan suara Gus Yasin yang hanya di Jateng," ujar Badruzzaman kepada Republika.co.id di Jakarta, Kamis (14/3/2024).
Baca: Beri Selamat Kemenangan ke Prabowo, Ainun Kawal Pemilu Dirisak Warganet
Dia menilai, hal itu otomatis menjadi tamparan bagi DPP PPP yang sudah terbukti ceroboh dengan 'membuang' Gus Yasin dari pengurus PPP. Menurut Badruzzaman, PPP sudah waktunya melakukan revolusi total dalam kepengurusan partai. Hal itu mengingat suara PPP pada Pemilu 2024, menjadi pencapaian terendah dan terburuk dalam sejarah berdirinya partai berlambang Ka'bah.
"PPP pernah menjadi idola bagi umat Islam. Sedangkan suara PPP sekarang seperti sedang mendapatkan hukuman dari umat karena kebijakan yang cenderung meninggalkan umat," ucap alumnus Ponpes Al Anwar Sarang, yang merupakan santri almarhum Mbah Maimoen Zubair ini.
Badruzzaman menjelaskan, faktor jebloknya suara PPP bukan karena dari luar, tapi berasal dari internal pengurus. Di antaranya, pencopotan sejumlah ulama dan habib dari struktur PPP di DKI Jakarta.
Termasuk, dicopotnya anak almarhum Haji Lulung, yaitu Guruh Tirta Lunggana dari DPW PPP DKI Jakarta. "Juga sering mendukung pemimpin yang tidak didukung oleh mayoritas umat Islam. Seperti capres yang diusung oleh PPP sekarang," katanya.
Badruzzaman juga prihatin dengan kondisi PPP, yang hanya dijadikan batu loncatan bagi elite partai untuk mengemis jabatan di pemerintahan. Jika elite tersebut sudah mendapatkan jabatan yang diinginkan, kata dia, mereka tidak akan memikirkan lagi masa depan partai.
Baca: Prabowo dan Raja Yordania Hari Ini Berkomunikasi, Sama-Sama Alumni Fort Bragg
Badruzzaman menyoroti unsur pimpinan sekarang yang memiliki harta berlimbah. Tetapi, mereka tak mampu membayar saksi untuk Pemilu 2024. Hal itu merupakan sebuah ironi.
"Untuk itu diharapkan bagi DPP PPP tahu diri atas kegagalan kepemimpinan mereka dan menyerahkan kepada yang lebih mumpuni untuk memimpin PPP. Yang lebih pas tentu dari keturunan KH Maimoen Zubair," ujarnya.
Kembali ke Gus Yasin, menurut Badruzzaman, ia sebenarnya politikus PPP yang menjadi anggota DPRD Jateng periode 2014-2018. Kala terpilih menjadi anggota dewan, Gus Yasin meraih suara tertinggi di daerah pemilihannya.
Karena figurnya yang menonjol, sambung dia, yang bersangkutan digandeng untuk menjadi calon wakil gubernur dan akhirnya menang. "Kemudian digandeng Ganjar Pranowo menjadi wakil gubernur Jateng periode 2018-2023," ucap Badruzzaman.
Tak diberi posisi strategis...
Yang mengherankan, kata dia, Gus Yasin yang sudah menjadi orang nomor dua di Jateng, malah tidak diberi posisi strategis di DPP PPP. Bahkan, pengurus PPP seakan tidak menganggapnya sebagai aset.
Lantaran tidak dijadikan pengurus, menurut Badruzzaman, Gus Yasin terpaksa memilih jalan independen menjadi anggota DPD RI dari Jateng dan meraih suara terbesar. "Hingga akhirnya yang bersangkutan memilih maju menjadi caleg perseorangan lewat DPD RI," kata Badruzzaman.