Buntut Pungli Rutan, IM57+ Institute Desak Tim Independen Investigasi KPK

IM57+ Institute mendesak tim independen menginvestigasi KPK soal kasus pungli rutan.

ANTARA FOTO/Reno Esnir
Sejumlah pegawai rumah tahanan KPK dihadirkan setelah ditetapkan menjadi tersangka. IM57+ Institute mendesak tim independen menginvestigasi KPK soal kasus pungli rutan.
Rep: Rizky Suryarandika Red: Bilal Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para mantan pegawai KPK yang tergabung dalam IM57+ Institute mendorong agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diinvestigasi secara menyeluruh. Hal ini guna mendalami potensi kecurangan dan korupsi di tubuh lembaga antirasuah.

Baca Juga


Dorongan IM57+ Institute disampaikan merespons penetapan dan penahanan 15 tersangka pegawai KPK yang terjerat kasus pungli rutan. IM57+ Institute memandang tim independen yang terdiri dari masyarakat sipil perlu dilibatkan dalam investigasi itu.

"Perlu dibentuk tim independen yang melibatkan masyarakat sipil untuk melakukan investigasi secara menyeluruh di KPK," kata Ketua IM57+ Institute Mochamad Praswad Nugraha dalam keterangannya kepada Republika, Senin (18/3/2024). 

IM57+ Institute memandang investigasi lanjutan dapat menghasilkan rekomendasi bagi KPK. Isinya berupa program perbaikan KPK agar citra bersihnya kembali pulih. 

"Hal tersebut diiringi dengan pengambilan kebijakan secara kongkrit dalam penanganan korupsi baik penindakan yang terlibat melalui proses penegakan hukum sampai pengembalian KPK kepada khitoh awal. Tangkap para koruptor di KPK dan pulihkan KPK," ujar Praswad. 

Selain itu, IM57+ Institute menyinggung kasus pungli rutan menambah daftar panjang korupsi yang terjadi di KPK. Kasusnya pun berjenjang dari tahap pimpinan menjerat eks Ketua KPK Firli Bahuri, di bagian penyidikan dengan kasus Robin Patuju hingga di bagian penahanan dengan kasus korupsi rutan.

Hal inilah yang menurut IM57+ Institute menjadi urgensi investigasi KPK secara menyeluruh. "Artinya korupsi sudah terjadi secara sistemik di internal KPK," ucap Praswad. 

Sebelumnya, KPK mengungkap sebanyak 15 tersangka pungutan liar (pungli) di rumah tahanan (rutan) KPK sendiri. Sebanyak 15 tersangka yaitu Kepala Rutan KPK Achmad Fauzi dan pegawai negeri sipil (PNS) Pemprov DKI Jakarta Hengki.

Lalu ada enam pegawai negeri yang ditugaskan (PNYD) di KPK Deden Rochendi, Sopian Hadi, Ristanta, Ari Rahman Hakim, Agung Nugroho, dan Eri Angga Permana.

Sedangkan tujuh orang lainnya ialah petugas pengamanan Rutan cabang KPK yaitu Muhammad Ridwan, Suparlan, Ramadhana Ubaidillah A, Mahdi Aris, Wardoyo, Muhammad Abduh, dan Ricky Rachmawanto. Semua tersangka ditahan di Rutan Polda Metro Jaya.

Tercatat, pungli ini terjadi mulai 2019 hingga 2023. KPK mengestimasi uang haram yang diraup para pegawai mencapai Rp 6,3 miliar.

Para tersangka ini disebut KPK melanggar Pasal 12 huruf e Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler