Pakar Bagikan Cara Hadapi Kenaikan Harga Bahan Pokok Jelang Lebaran

Masyarakat harus bisa membedakan antara gaya hidup dan biaya untuk hidup.

Republika/Putra M. Akbar
Warga saat membeli bahan kebutuhan pokok saat bazar pasar murah di Kantor Kecamatan Pancoran, Jakarta, Senin (26/2/2024). Bazar pasar murah yang menjual kebutuhan pokok seperti beras SPHP Rp 53.000, beras permium Rp 69.500, tepung terigu Rp 12.000 dan minyak goreng kita Rp 17.000 itu untuk membantu masyarakat mendapatkan barang kebutuhan pokok dengan harga terjangkau terutama beras yang mengalami kenaikan harga.
Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- CEO dan Kepala Perencana Keuangan QM Financial Ligwina Hananto memberikan kiat dalam menghadapi kenaikan harga jelang perayaan Lebaran.

"Ya tentu berhemat. Apa yang harus kita lakukan apa yang harus kita siapkan. Kalau buat aku, orang yang sudah punya anggaran akan tahu dia berhematnya buat apa," ujar Ligwina di Jakarta, Rabu (20/3/2024).

Ligwina membagikan sebuah rumus sederhana yang dikenal sebagai rumus 1, 2, 3, dan 4. Angka 1 mengacu pada 10 persen, 2 adalah 20 persen, 3 adalah 30 persen, dan 4 adalah 40 persen.

Menurut rumus ini, 10 persen dari penghasilan harus dialokasikan untuk ditabung dan diinvestasikan. Selanjutnya, maksimal 20 persen dapat digunakan untuk keperluan gaya hidup, seperti bersenang-senang, menonton bioskop, atau mengunjungi kafe.

Bagian berikutnya, yakni sebanyak 30 persen dapat dialokasikan untuk pembayaran utang atau cicilan. Sementara itu, sisanya, yaitu 40 persen adalah untuk biaya hidup sehari-hari.

"Nah, berhemat itu agar semua pos ini terjaga. Kalau kita boros, (misalnya) untuk gaya hidup saja nanti untuk nabungnya enggak ada. Nah, maka kita harus tahu mana pos yang harus dihemat supaya kita ada pos untuk nabung, untuk gaya hidup, tapi bayar cicilan atau utang jalan terus," ucap dia.

Menurut Ligwina, masyarakat harus bisa membedakan antara gaya hidup dan biaya untuk hidup. Biaya hidup mencakup kebutuhan sehari-hari seperti makan, membayar listrik, atau kebutuhan transportasi. Sedangkan gaya hidup lebih kepada untuk bersenang-senang.

"Kalau gaya hidup itu kalaupun enggak ada, kita tetap baik-baik saja," ucap Ligwina.

Baca Juga


sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler