Pengamat Nilai Keikutsertaan Arsul di Sidang Sengketa Pemilu tak Perlu Dikhawatirkan
Hakim Anwar Usman tidak dapat ikut di sidang perselisihan hasil pemilu.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Peneliti Indikator Politik Indonesia Bawono Kumoro menilai keikutsertaan Arsul Sani dalam sidang sengketa perselisihan di Mahkamah Konstitusi (MK) tidak perlu dikhawatirkan. Menurutnya, sebelum mencalonkan diri dan terpilih sebagai hakim MK, Arsul telah mengundurkan diri dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
"Apalagi dalam berbagai kesempatan, seperti saat menjalani fit and proper test di DPR RI dan setelah pelantikan sebagai hakim Mahkamah Konstitusi, Arsul Sani telah berkomitmen untuk menjaga independensi imparsial dalam menjalankan tugas sebagai hakim MK," tutur Bawono Kumoro, dalam keterangan, Jumat (22/3/2024).
Bawono menambahkan, keikutsertaan hakim MK yang pernah memiliki latar belakang aktif di partai politik bukan kali ini saja. Ia menyebut hal serupa pernah terjadi di periode terdahulu seperti pada era Hamdan Zoelva. Bawono menyebut keikutsertaan Arsul di sidang perselisihan hasil pemilu justru krusial.
Sebab, hakim Anwar Usman tidak dapat ikut di sidang perselisihan hasil pemilihan umum presiden tersebut. "Apabila Hakim Arsul Sani juga tidak diperbolehkan ikut dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum presiden, maka agak krusial apabila ada satu hakim Mahkamah Konstitusi lain berhalangan karena sakit atau hal lain. Jumlah hakim MK ikut di sidang perselisihan hasil pemilihan umum presiden nanti akan kian berkurang," tegas Bawono.
Sebelumnya, MK akan segera membahas kepastian keterlibatan Hakim Arsul Sani di dalam perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) atau sengketa Pemilu 2024. "Ini bagian dari yang akan dibicarakan bersama dengan para hakim," kata Ketua MK Suhartoyo.
Menurut hakim kelahiran 15 Oktober 1959 tersebut, kepastian keterlibatan Hakim Arsul Sani dalam menangani sengketa Pemilu 2024 harus melalui rapat permusyawaratan hakim atau RPH. Suhartoyo menegaskan jika nantinya Hakim Arsul Sani diputuskan tidak boleh terlibat menangani sengketa pemilu, hal itu tidak akan menjadi masalah yang signifikan. Sebab, berdasarkan undang-undang penanganan perkara minimal dilakukan tujuh orang hakim dan maksimal sembilan hakim.