Inklusi Keuangan 2024 Ditargetkan Capai 90 Persen
Pemerintah juga terus melibatkan industri sektor keuangan dengan berbagai inisiatif.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menargetkan, inklusi keuangan mencapai 90 persen pada 2024. Sebelumnya pada 2023, inklusi keuangan menembus 88,7 persen atau lebih tinggi dari target yang sebesar 88 persen.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, peningkatan inklusi pada tahun lalu didorong oleh 53,9 juta rekening pelajar. Ditambah sebanyak 150,7 juta akun uang elektronik.
"Ada (juga) 30 juta merchant QRIS, kemudian 1,11 juta penyaluran kartu Prakerja dan pembiayaan bersubsidi kepada 4,64 juta debitur KUR (Kredit Usaha Rakyat)," ujar Airlangga kepada wartawan di Jakarta, Jumat (22/3/2024).
Berikutnya, lanjut dia, terdapat 1,18 juta agen Laku Pandai yang menjangkau masyarakat di pedesaan, serta 932 ribu layanan keuangan digital.
Capaian tersebut, sambungnya, merupakan kolaborasi dan sinergi kuat antara kementerian dan lembaga, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta mitra pembangunan pemerintah. Ke depan, kata Airlangga, ada beberapa tantangan inklusi keuangan.
Tantangan pertama, harus mengurangi kesenjangan dengan tingkat literasinya. Kedua, adanya disparitas antardaerah dan antarkelompok berbasis sosial ekonomi.
"Pemerintah sedang menyiapkan RPP Komite Nasional Inklusi dan Literasi Keuangan. Ini sebagai amanah UU P2SK," kata Airlangga.
Pemerintah, lanjut dia, juga terus melibatkan industri sektor keuangan dengan berbagai inisiatif. Tujuannya agar target inklusi keuangan sebesar 90 persen pada 2024 bisa tercapai.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Juda Agung mengatakan, target 90 persen tersebut cukup baik. Itu karena, pada 2000-an inklusi keuangan masih di level 60 persenan.
Juda mengungkapkan, Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI) tidak menargetkan tingkat inklusi keuangan sebesar 100 persen. Alasannya karena masih ada permasalahan buta huruf di Indonesia, juga masih ada masyarakat yang hidup dalam garis kemiskinan.
"Untuk jadi 100 persen orang dewasa kan enggak semua punya akun karena mungkin dia hidup di garis kemiskinan, masih buta huruf dan lainnya. 90 persen sudah luar biasa. Dulu 40 persenan pada 90-an atau 2000-an," kata Juda pada kesempatan serupa.