Hakim MK Arsul Sani Dinilai Punya Hak Menyidangkan Sengketa Pemilu

MK diharapkan bisa menyelesaikan sengketa pemilu secara objektif dan independen.

Prayogi/Republika.
Pengamat Politik Ujang Komarudin memberikan paparan ketika menjadi narasumber dalam sebuah diskusi di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (15/3/2022). Diskusi tersebut mengangkat tema Penundaan Pemilu dalam Koridor Konstitusi.Prayogi/Republika.
Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Ujang Komarudin menilai hakim Mahkamah Konstitusi Arsul Sani memiliki hak dan kewenangan yang sama seperti hakim lain untuk menyidangkan gugatan hasil Pemilu 2024. Ujang mengatakan, Arsul sudah dilantik dan tercatat sebagai hakim konstitusi.

Baca Juga


"Artinya punya hak, punya kewenangan, punya tanggung jawab untuk bisa memimpin jalannya persidangan karena punya hak yang sama dengan anggota anggota yang lain," tutur Ujang dalam keterangan, Jumat (22/3/2024).

Ujang menambahkan, terkait kritikan agar tidak ada conflict of interest karena latar belakangnya sebagai politikus, Arsul Sani bukanlah satu satunya hakim di MK. Ia menegaskan, banyak hakim yang turut serta bersidang dengan Arsul Sani nantinya.

"Artinya conflict of interest itu tidak akan terjadi, karena Pak Arsul Sani tidak sendirian, dia didampingi oleh hakim-hakim yang lain, bahkan hakim-hakim yang lain lebih mayoritas, lebih banyak," ujarnya.

Ujang juga mengingtatkan agar semua pihak tidak menggiring opini seolah MK selalu berpolitik. Menurutnya, bagaimana pun MK sebagai lembaga terhormat dan sebagai institusi yang bermartabat harus dijaga kehormatannya dan martabatnya tersebut. Dalam konteks ini, seluruh pihak berharap MK bisa menyelesaikan persoalan sengketa pemilu secara objektif dan independen.

"Kita harus memberi kepercayaan yang penuh kepada hakim-hakim MK agar berjiwa negarawan dan akan memutuskan persoalan sengketa pemilu itu dengan seadil-adilnya, dengan sejujur-jujurnya, dengan sebenar-benarnya, dan sebaik-baiknya," tutur Ujang.

Selain itu, Mahkamah Konstitusi pernah di pimpin seorang Hamdan Zoelva yang notabene mantan kader salah satu partai politik. Selanjutnya, Hakim MK Anwar Usman sudah dilarang ikut menyidangkan sengketa pemilu. 

"Jika Pak Arsul Sani juga dilarang, maka hakim MK semakin berkurang. Belum lagi kita tidak tahu ada force majeure atau ada kejadian yang luar biasa lain yang mengenai hakim MK yang menyebabkan hakimnya berkurang kembali. Artinya semakin sedikit dan kemungkinan besar terjadi deadlock dalam keputusannya itu," tegas Ujang.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler