Ulama Mesir Menjawab Kenapa Perempuan tidak Bisa Jadi Imam Sholat Laki-Laki

Ali Jumah mengutip sebuah hadits tentang shaf sholat antara laki-laki dan perempuan.

AP Photo/Nasser Nasser
Perempuan Palestina menunggu untuk bisa masuk ke dalam Masjid Al-Aqsa, Yerusalem, Jumat (15/3/2024). Israel melakukan berbagai pembatasan untuk umat muslim masuk ke masjid Al-Aqsa di hari Jumat  pertama bulan suci Ramadhan. Jamaah wajib mendapatkan surat izin dan kartu magnet valid untuk bisa masuk ke masjid. Tentara Israel juga memasang penghalang di tiga gerbang menuju masjid Al-Aqsa. Sholat Jumat awal Ramadhan di masjid Al-Aqsa terlihat dihadiri ribuan umat muslim.
Rep: Umar Mukhtar Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Mufti Mesir Ali Jum'ah dalam program acara Nur Al-Din mendapatkan pertanyaan dari kalangan remaja. Program ini memberikan ruang bagi mereka untuk bertanya bebas tentang hal apapun.

Salah satu remaja perempuan bertanya soal mengapa wanita tidak memimpin atau menjadi imam sholat yang dilaksanakan bersama pria sebagai makmum. Ali Jum'ah menjawab dengan menjelaskan keadaan tubuh yang berbeda antara laki-laki dan perempuan.

"Karena seorang perempuan mengemban suatu keadaan atau kebutuhan yang melanggar syarat-syarat sholat, yaitu haid. Karena itu, ketentuan ini dibuat supaya jika seorang perempuan mendapat haid maka dia berhenti sholatnya (tidak boleh sholat)," tuturnya, dilansir Masrawy.

Baca Juga


BACA JUGA: Benarkah Sunan Ampel, Sunan Kalijaga, Sunan Muria, dan Sunan Gunung Jati Keturunan Tionghoa?

Ali Jum'ah kemudian mengutip sebuah hadits tentang shaf sholat antara laki-laki dan perempuan. Dalam hadits ini Rasulullah SAW bersabda:

خير صفوف الرجال أولها، وشرها آخرها، وخير صفوف النساء آخرها، وشرها أولها

"Sebaik-baiknya shaf lelaki itu di shaf paling awal dan seburuk-buruknya shaf lelaki itu shaf paling akhir. Dan sebaik-baiknya shaf perempuan itu di akhir dan seburuk-buruknya shaf perempuan itu di paling awal." (HR Imam Muslim, Abu Dawud, Turmudzi dan Nasai)

Imam Asy-Syaukani dalam Nayl Al-Awthoor juga menjelaskan...

Imam Asy-Syaukani dalam Nayl Al-Awthoor juga menjelaskan, seorang wanita boleh menjadi imam sholat tapi dengan syarat-syarat tertentu. Dibolehkannya wanita menjadi imam sholat didasarkan pada hadits, sebagaimana berikut ini:

 «أَنَّ النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - أَمَرَهَا أَنْ تَؤُمَّ أَهْلَ دَارِهَا»  رَوَاهُ أَبُو دَاوُد وَصَحَّحَهُ ابْنُ خُزَيْمَةَ.

"Nabi Muhammad SAW memerintahkannya (Ummu Waraqah) untuk mengimami sholat di rumahnya." (HR Abu Daud, dishahihkan Ibnu Khuzaimah)

Ad-Daruquthni dan Al-Hakim juga meriwayatkan hadits tersebut, sebagaimana disebutkan di bawah ini:

«أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - لَمَّا غَزَا بَدْرًا قَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتَأْذَنُ لِي فِي الْغَزْوِ مَعَك؟ فَأَممَرَهَا أَنْ تَؤُمَّ أَهْلَ دَارِهَا وَجَعَلَ لَهَا مُؤَذِّنًا يُؤَذِّنُ لَهَا، وَكَانَ لَهَا غُلَامٌ وَجَارِيَةٌ دَبَّرَتْهُمَا»

"Sebelum Rasulullah SAW melakukan pertempuran Perang Badar, Ummu Waraqah bertanya, 'Wahai Rasulullah, maukah engkau mengizinkanku ikut dalam perang ini?' Kemudian beliau SAW memerintahkannya (Ummu Waraqah) untuk menjadi imam sholat di rumahnya, dan menunjuk seseorang untuk menjadi muadzin untuk mengumandangkan adzan. Saat itu Ummu Waraqah punya seorang anak laki-laki dan perempuan yang diasuhnya."

Secara dzahir, hadits tersebut menunjukkan bahwa Ummu Waraqah biasa melaksanakan sholat yang disertai kumandang muadzin, bersama anak laki-lakinya dan seluruh anggota keluarga di rumahnya.

Berdasarkan hadits tersebut, Ad-Daruquthni mengatakan, Ummu Waraqah hanya diizinkan untuk memimpin para wanita di rumahnya. "Rasulullah SAW hanya mengizinkan Ummu Waraqah untuk memimpin para wanita di rumahnya," demikian kata Ad-Daruquthni.

Dari seluruh pemaparan tersebut, maka seorang wanita boleh menjadi imam sholat tetapi makmumnya adalah wanita dan anak-anaknya meski anak itu laki-laki, dan dilaksanakan di rumah.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler