Apa Malam Mulia Selain Lailatul Qadar?
Malam lailatul qadar terjadi di bulan Ramadhan.
REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG -- Kata "Nishfu" itu berarti setengah. Maka Nishfu Syaban adalah setengahnya bulan Syaban. Dengan demikian, yang dimaksud malam Nishfu Syaban adalah malam dari setengahnya bulan Syaban.
Kalau dirujuk kepada kalender Qamariyyah, maka malam Nishfu Syaban jatuh pada tanggal 14 Syaban. Pergantian tanggal yang meggunakan patokan rembulan adalah saat matahari terbenam atau malam tiba.
Menurut Ustaz Hanif Luthfi dalam buku Malam Nishfu Sya'ban terbitan rumah Fiqih Publishing dijelakan bahwa berdasarkan hadits-hadits dapat disimpulkan bahwa malam Nishfu Syaban memang benar-benar malam yang ada keutamaan di dalamnya.
Malam Nishfu Syaban termasuk malam yang mulia dan ada keutamaan di dalamnya itu sudah cukup menjadi dalil untuk mengamalkan amalan-amalan mulia pada malam itu.
Atha' bin Yasar seorang Tabiin Madinah menyebut bahwa malam Nishfu Syaban itu malam yang utama setelah Lailatul Qadar.
Atha' bin Yasar menyebutkan sebagaimana dinukil oleh Ibnu Rajab al-Hanbali dalam kitabnya Lathaif al-Ma'arif.
Dari Atha' bin Yasar berkata, "Tidak ada satu malam setelah Lailatul Qadar yang lebih mulia daripada malam Nishfu Syaban.
Maka, kita juga akan temukan amalan para salaf dalam rangka memuliakan malam Nishfu Syaban ini.
Ibnu Rajab al-Hanbali dalam kitabnya Lathaif al-Ma'arif menceritakan bahwa dahulu para ulama salaf dari kalangan Tabiin di Syam bersungguh-sungguh dalam ibadah pada malam Nishfu Syaban.
Ibnu Rajab al-Hanbali menyebutkan, "Pada malam Nishfu Syaban, para Tabiin dari Ahli Syam seperti Khalid bin Mi'dan, Makhul, Luqman bin Amir dan lainnya mereka sangat mengagungkan malam itu dan bersungguh-sungguh dalam ibadah. Dari merekalah orang-orang mengambil fadhilahnya.
Jadi beribadah dengan lebih giat pada malam Nishfu Syaban ini menjadi kebiasaan dari ulama salaf dari kalangan Tabiin, khususnya dari Syam.
Untuk diketahui, bulan Syaban adalah bulan ke delapan dari nama-nama bulan kalender Hijriyah, setelah bulan Rajab dan sebelum Ramadhan.
Sirojuddin Ibnu al-Mulaqqin menyebutkan bahwa aslinya Syaban itu berarti bercabang, memancar dan bertebaran. Dimana dahulu orang Arab ketika bulan Syaban, mereka berpencar mencari sumber air.
Sirojuddin Ibnu al-Mulaqqin menyebutkan dalam kitabnya at-Taudhih li Syarh al-Jami' as-Shahih sebagai berikut.
"Syaban dinamakan begitu sebagaimana dinyatakan oleh Ibnu Duraid: karena bercabang-cabangnya atau berpencarnya mereka (orang Arab) untuk mencari air, Syabu itu artinya bisa bertemu dan berpencar, Itu bukan antonim, tapi begitulah bahasa suatu kaum."
"Ibnu Sayyidih berkata: (Syaban disebut begitu) karena mereka berpencar untuk peperangan. Dikatakan pula Syabun di antara Ramadhan dan Rajab."
Ibnu Hajar al-Asqalani menyampaikan hal yang mirip itu. "Dinamakan Syaban sebab mereka berpencar- pencar mencari air atau di dalam gua-gua setelah bulan Rajab Al-Haram."