Tim Hukum Prabowo-Gibran Sedih Indonesia 'Direndahkan' Mahfud MD di Sidang MK
"Seakan-akan negara kita itu lebih rendah daripada negara Malawi, Kenya," kata Otto.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Tim Pembela Hukum pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Otto Hasibuan, mengaku sedih mendengar pernyataan calon wakil presiden (cawapres) Mahfud MD dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (27/3/2024). Pasalnya, pernyataan Mahfud dalam sidang dinilai merendahkan Indonesia.
Ia mengatakan, Mahfud sempat menyebutkan sejumlah putusan MK maupun Mahkamah Agung di beberapa negara yang membatalkan hasil pemilu yang dilaksanakan secara curang dan melanggar prosedur. Beberapa negara yang disebut antara lain adalah Kenya, Bolivia, dan Malawi.
"Terus terang saja, saya sangat sedih, menyesalkan itu, seakan-akan kita dituduh dengan pernyataan itu. Seakan-akan negara kita itu lebih rendah daripada negara Malawi, Kenya," kata dia di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu sore.
Menurut Otto, negara-negara itu justru seharusnya mengikuti Indonesia tentang hukum. Pasalnya, ia meyakini hukum di Indonesia kita lebih baik daripada di negara yang disebut oleh Mahfud.
Otto menambahkan, sepanjang persidangan di MK, baik kubu Ganjar-Mahfud maupun Anies-Muhaimin, selalu membahas persoalan demokrasi di Indonesia. Padahal, persidangan yang digelar MK tujuannya untuk menangani urusan sengketa pemilu.
"Seakan-akan perkara ini perkara tentang demokrasi, sehingga ada kesan kalau ada yang menang, maka demokrasi bagus. Maka kalau ada yang kalah, demokrasi tidak baik," kata dia.
Sebelumnya, dalam persidangan di MK, Mahfud menyinggung terkait beberapa negara yang membatalkan hasil pemilu yang curang dan melanggar prosedur. Negara-negara yang membatalkan hasil pemilu itu adalah Australia, Ukraina, Bolovia, Kenya, Malawi, dan Thailand.
"Yang satu disebut ada Belarusia, yang disebut a shame intitution atau institusi pengadilan palsu karena selalu diintervensi oleh pemerintah," kata dia dalam persidangan.
Untuk saat ini, ia sendiri paham bahwa sungguh berat bagi MK dalam sengketa hasil pemilihan presiden (Pilpres) 2024. Mahfud menyebut, pasti selalu ada yang datang kepada para hakim untuk mendorong agar permohonan ini ditolak.
"Yang datang mendorong dan meminta itu tidak harus orang atau institusi, melainkan perang bisikan di dalam hati nurani antara muthmainnah dan ammarah. Saya memaklumi, tidak mudah bagi para hakim untuk menyelesaikan perang batin itu dengan baik," ujar mantan Ketua MK itu.
Ia berharap, MK mengambil langkah penting untuk menyelamatkan masa depan demokrasi dan hukum di Indonesia. Jangan sampai timbul persepsi dan kebiasaan bahwa pemilu hanya bisa dimenangkan oleh yang punya kekuasaan dan uang berlimpah.
"Jika ini dibiarkan terjadi, berarti keberadaban kita menjadi mundur. Kami berharap agar Majelis Hakim MK dapat bekerja dengan independen, penuh martabat, dan penghormatan," tegas Mahfud.