Droplet Berbakteri TBC Mampu Bertahan di Udara Berjam-jam, Pakai Masker Saat di Kerumunan
Bakteri penyebab TBC dapat menyebar melalui droplet saat penderita batuk/bersin.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dinas Kesehatan DKI Jakarta menyarankan warga mengenakan masker saat berada di tengah kerumunan untuk mencegah terkena tuberkulosis (TBC). Sampai saat ini, TBC masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia, termasuk di Indonesia.
"Saat penderita TBC batuk atau bersin tanpa menutup mulut, bakteri akan tersebar ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet)," kata Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Ani Ruspitawati, dikutip Kamis (28/4/2024).
Bakteri penyebab TBC, yakni mycobacterium tuberculosis, dapat menyebar melalui percikan dahak pasien saat batuk atau bersin tanpa menutup mulut. Bakteri ini mampu bertahan di udara selama berjam-jam pada ruangan yang lembap dan gelap sebelum akhirnya terhirup oleh orang lain.
Oleh karena itu, demi mencegah penularan TBC, masyarakat disarankan mengenakan masker saat berada di kerumunan. Selain itu, biasakan menutup mulut dan hidung saat batuk atau bersin dengan menggunakan tisu, sapu tangan, atau dengan lengan atas bagian dalam.
Ani juga menganjurkan masyarakat untuk segera berkunjung ke fasilitas kesehatan apabila mengalami gejala TBC, seperti batuk terus-menerus baik berdahak maupun tidak berdahak. Gejala lainnya, yakni demam dan meriang dalam jangka waktu yang panjang, sesak napas dan nyeri dada, dan berat badan menurun.
Waspadai juga jika batuk bercampur darah. Nafsu makan menurun dan berkeringat di malam hari meski tanpa melakukan kegiatan juga termasuk gejala TBC.
Sementara itu, dokter dari Koalisi Organisasi Profesi Indonesia untuk Penanggulangan Tuberkulosis (KOPI TB) DKI Jakarta dr. Dimas Dwi Saputro, Sp.A mengingatkan seseorang yang terpapar bakteri
penyebab Tuberkulosis (TBC) tak berarti langsung sakit esok harinya. TBC perlahan memengaruhi kesehatan penderitanya.
"Kalau TBC ketularan sekarang sakitnya bisa satu pekan lagi, satu bulan lagi, satu tahun lagi atau bahkan 10 tahun lagi sakitnya karena TBC itu pergerakannya senyap, pelan-pelan," kata dia dalam seminar daring yang disiarkan laman Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Kamis.
Data menunjukkan orang yang tinggal selama satu tahun dengan pasien TBC berisiko sekitar 50 persen tertular TBC dan dalam dua tahun akan sakit TBC. Menurut Dimas, sebenarnya ketika bakteri penyebab TBC masuk ke saluran napas seseorang, maka akan dihalau oleh sistem imun.
Tetapi, sejumlah hal seperti polusi dan asap rokok serta rumah tangga dapat merusak benteng saluran napas dan memudahkan masuknya bakteri.
"Saat polusi masuk, saluran napas ada bentengnya yang sibuk menangkap polusi. Lalu masuklah kuman TB. Begitulah kira-kira kenapa polusi, asap rokok mempermudah masuknya kuman TBC," kata Dimas.
Hingga saat ini, TBC menjadi masalah kesehatan di Indonesia dengan sekitar 1.060.000 kasus pada 2023. Angka ini menjadikan Indonesia peringkat kedua dengan beban TBC tertinggi kedua di dunia setelah India.
Khususnya di Jakarta, Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI menemukan sebanyak 60.420 pasien TBC baru dari seluruh pasien terduga yang menjalani pemeriksaan. Angkat tersebut bahkan lebih besar dari target penemuan kasus yang diperkirakan di DKI 59.217 kasus.
Dalam seminar daring yang sama, Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Dwi Oktavia mengatakan diperlukan upaya dari berbagai pihak untuk menanggulangi TBC, mulai dari mencegah penularan dan menemukan kasus secara dini. Selanjutnya mengobati mereka yang sakit dan tidak memberikan pasien stigma agar terus berobat secara rutin, tepat waktu hingga mencapai target kesembuhan.
"Mudah-mudahan biasanya enam bulan bisa mencapai kondisi sembuh," katanya.