Israel Gelar Konferensi Menyongsong Ritual Sapi Merah, Al-Aqsa akan Segera Dirobohkan?
Lima ekor sapi merah yang diimpor dari Texas, Amerika Serikat sudah tiba di Israel.
REPUBLIKA.CO.ID, Pada Rabu (27/3/2024) pekan ini, puluhan warga dan Rabi Israel berkumpul dalam sebuah konferensi di Shilo, sebuah daerah pemukiman ilegal Israel di dekat Kota Nablus, Palestina. Mereka berkumpul mendiskusikan ritual kurban sapi merah.
Sementara, di sebuah bukit di Tepi Barat, lima ekor sapi merah jenis Angus yang sebelumnya diimpor dari Texas, Amerika Serikat, ditempatkan di sebuah kandang tengah mengunyah jerami. Sapi-sapi itu, jika nantinya sudah cukup umur, akan dijadikan kurban sebagai bagian dari ritual menyongsong datangnya sang Mesiah.
Merujuk pada tradisi Yahudi, abu hasil dari pembakaran sapi merah dibutuhkan dalam ritual pemurnian yang akan menjadi jalan dibangunnya Kuil Ketiga di Yerusalem. Kuil itu, menurut keyakinan kelompok Yahudi radikal, harus dibangun di atas dataran tinggi di Kota Tua Yerusalem, di mana lokasi persisnya terletak Bukit Bait Suci, di titik Masjid Al-Aqsa dan Dome of the Rock kini berdiri. Mereka percaya, kuil itu menjadi salah satu syarat datangnya Mesiah turun ke bumi.
"Ini menjadi momentum baru bagi sejarah Yahudi," ujar Chaim, warga Israel berusia 38 tahun yang ikut berpartisipasi dalam konferensi di Shilo, kepada Middle East Eye.
Selama bertahun-tahun, anggota dari komunitas Kuil Ketiga yang dikomandoi oleh Institut Kuil berbasis di Yerusalem, mencari seekor sapi merah yang sesuai dengan deskripsi Taurat. Sapi merah yang sempurna tidak boleh memiliki cacat sedikitpun, dan tanpa sehelai rambut berwarna putih atau hitam di tubuhnya.
"Sapi-sapi ini, dibawa dari Texas dan dirawat dengan cara-cara khusus untuk menjaga kemurniannya," ujar Yahuda Singer, pria 71 tahun dari Mitzpe Yericho, merujuk pada lima sapi yang saat ini berada di kandang di sebuah bukit di Tepi Barat tadi.
"Sapi-sapi ini bahkan tidak boleh disandari oleh manusia. Anda bisa membuat mereka (sapi merah) tidak suci lagi hanya dengan meletakkan jaket di punggungnya," ujar istri Singer, Edna (69 tahun).
Dalam kepercayaan bangsa Yahudi, sapi merah yang sempurna tidak pernah ada atau terlihat dalam 2.000 tahun terakhir. Tidak pernah ada sejak Kekaisaran Romawi menghancurkan Kuil Kedua yang diyakini pernah berdiri di lokasi Bukit Bait Suci, sekitar tahun 70 setelah Masehi.
Atas dasar itu, beberapa aktivis Yahudi bersama pemeluk Kristen Evangelis di AS, yang meyakini pembangunan Kuil Ketiga akan menjadi syarat kedatangan kedua Yesus (Isa Almasih) dan perang besar (Armageddon), memutuskan untuk mengembangbiakkan sendiri sapi merah. Hingga pada akhir 2022, lima sapi merah yang dinilai menjanjikan dan sesuai kriteria tiba di Israel dari Texas.
Seorang Rabi bernama Yitzchak Mamo, sebelumnya mengatakan, kepada Christian Broadcasting Network, bahwa ritual pengorbanan sapi merah direncanakan saat perayaan Paskah pada akhir April 2024. Namun, kedatangan sapi merah dari Texas dan rencana pelaksanaan ritual kemudian diketahui Hamas yang menaruh kekhawatiran akan tanda-tanda direbutnya Masjid Al-Aqsa oleh Israel.
“Yang hanya tinggal mereka (kalangan Yahudi) lakukan adalah menyembelih sapi merah yang diimpor dari AS. Jika mereka jadi melakukan itu, itu adalah sinyal dibangunnya kembali Kuil Ketiga," ujar sebuah sumber di kalangan pejabat Otoritas Palestina yang biasa berkomunikasi dengan Hamas kepada Middle East Eye.
Pada Januari 2024, juru bicara saya militer Hamas, Abu Obaida, membuat pidato yang menandai 100 hari serangan 7 Oktober. Dalam pidatonya, ia menarik hubungan langsung antara keputusan Hamas menyerang Israel dan aktivitas importasi sapi merah demi kepentingan pembangunan Kuil Ketiga.
"(Aktivitas itu) menyerang perasaan bangsa Palestina," kata Obaida.
Namun, menurut Boruch Fishman, salah satu anggota garakan Kuil Ketiga, masih akan ada jeda yang panjang antara ritual pengorbanan sapi merah dan pembangunan Kuil Ketiga. Dia mengidentifikasi 13 masalah yang perlu dipecahkan sebelum pembangunan dimulai, termasuk legalisasi rencana pembangunan dari parlemen Israel, Knesset.
Sejak Israel menguasai Yerusalem Timur seusai perang pada 1967, pemerintah Israel hingga kini tetap mempertahankan aturan era Ottoman yang membatasi kaum Yahudi memasuki kompleks Al-Aqsa. Etnis Yahudi juga sebenarnya dilarang masuk ke Al-Aqsa oleh Kepala Rabi Yerusalem sejak 1921 tanpa didahului ritual pemurnian diri dengan menggunakan abu hasil pembakaran sapi merah.
Namun, warga dan elite politik Israel kerap melanggar aturan itu. Saat ini, kunjungan warga Israel -dengan pengawalan militer- memasuki kompleks Al-Aqsa sudah menjadi pemandangan yang jamak.
Kini, komunitas Kuil Ketiga berharap ritual kurban sapi merah akan membuat etnis Yahudi bisa dimurnikan, sehingga mereka bisa beribadah dan berdoa di dalam kompleks Al-Aqsa. Penelitian oleh seorang profesor di Universitas Bar Ilan memperkirakan abu hasil pembakaran satu ekor sapi merah yang dicampur dengan air cukup untuk 660 miliar kali proses pemurnian diri orang Yahudi.
“Satu masalah utama adalah Waqf," kata Fishman, merujuk kepada sebuah badan pengelola Al-Aqsa yang selama ini mendapatkan uang operasional dari Kerajaan Yordania.
"Saya pikir mereka (Waqf) tidak akan menyerahkan (Al-Aqsa) begitu saja," kata Fishman, menambahkan.
Menurut Fishman, langkah kecil harus diambil Israel untuk bisa mengamankan hak kehadiran umat Yahudi di Bukit Bait Suci. Ide berbagi tempat di kompleks Al-Aqsa pun diwacanakan.
"Yang kami butuhkan hanyalah altar kecil," kata Fishman.
Merespons Fishman, juru bicara Waqf, Firas al-Debs bergeming. "Biarkan mereka bicara apa saja yang mereka inginkan di konferensi itu. Waqf dalam berbagai pernyataan selalu menekankan, kompleks Masjid Al-Aqsa hanya untuk umat Muslim dan tidak menerima kerja sama atau pembagian wilayah (dengan Yahudi)," tegas Firas.