Apa Makna Kebangkitan Oposisi di Turki? 

Imamoglu unggul 10 persen dalam perebutan jabatan walikota Istanbul,

EPA-EFE/TURKISH PRESIDENTIAL PRESS OFFICE
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan (kanan) menghadiri upacara pelantikannya di istana presiden di Ankara, Turki, (3/6/2023).
Rep: Lintar Satria Red: Setyanavidita livicansera

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Rakyat Turki memberi pukulan telak bagi Presiden Tayyip Erdogan dan partainya dalam kekalahan terbesar di pemilihan daerah berskala nasional pada Ahad (31/3/2024) kemarin. Hasil pemilihan itu menegaskan kembali oposisi sebagai kekuatan politik dan memperkuat Wali Kota Istanbul, Ekrem Imamoglu, sebagai pesaing presiden.

Baca Juga


Setelah hampir semua suara sudah dihitung, Imamoglu unggul 10 persen dalam perebutan jabatan wali kota Istanbul, kota terbesar di Turki. Sementara partainya CHP mempertahankan Ankara dan mendapatkan 15 kursi walikota di seluruh negeri.

Pemilihan ini menandai kekalahan terbesar Erdogan dan Partai AK yang berkuasa selama lebih dari dua puluh tahun. Hal ini juga menjadi sinyal perubahan lanskap politik Turki. Dalam pidato tengah malam Erdogan menyebutnya sebagai "titik balik."

Hasil yang diraih Erdogan dan Partai AK lebih buruk dibandingkan prediksi jajak pendapat. Menurut pengamat hal ini disebabkan lonjakan inflasi, ketidakpuasan dari pemilih Islam konservatif dan daya tarik Imamoglu bagi pemilih sekuler di Istanbul.

"Mereka yang tidak mengerti pesan nasional akhirnya akan kalah," kata Imamoglu pada ribuan pendukungnya pada Ahad malam. Beberapa diantaranya menyerukan Erdogan untuk mundur.

"Malam ini 16 juta warga Istanbul mengirim pesan baik bagi saingan kami dan presiden," kata mantan pengusaha yang masuk ke kancah politik pada tahun 2008 dan disebut sebagai penantang presiden.

Erdogan yang juga walikota Istanbul pada tahun 1990-an gencar berkampanye menjelang pemilihan daerah. Para pengamat menggambarkan pemilihan daerah sebagai tolak ukur dukungan pada presiden dan daya tahan oposisi.

Dalam pidatonya di depan kantor pusat Partai AK di Ankara, Erdogan mengatakan sekutu-sekutunya "kehilangan posisi" di seluruh negeri dan akan menanggapi pesan dari pemilih. "Bila kami membuat kesalahan, kami akan memperbaikinya, beberapa tahun ke depan, bila kami kehilangan sesuatu, kami akan melengkapinya," kata Erdogan.

Di tempat lain di Ankara ribuan orang mengibarkan bendera Turki dan bendera partai saat Walikota CHP yang terpilih kembali, Mansur Yavas, berpidato, yang mengalahkan penantangnya dari AKP.

Berdasarkan 92,92 persen kotak suara yang sudah dibuka di Istanbul yang juga merupakan mesin perekonomian Turki, Imamoglu mendapatkan 50,92 persen suara dibandingkan lawannya dari AKP Murat Kurum yang hanya mendapat 40,04 persen. Kurum merupakan mantan menteri pemerintahan Erdogan.

Jajak pendapat memprediksi persaingan ketat di Istanbul dan kemungkinan kekalahan CHP di seluruh negeri. Namun, sebagian hasil resmi yang dilaporkan kantor berita pemerintah Anadolu Agency menunjukkan, AKP dan sekutu utamanya kehilangan kursi walikota di 19 kota besar termasuk kota besar Bursa dan Balikesir di wilayah barat laut yang merupakan pusat industri, yang mungkin mencerminkan ketegangan pada para penerima upah.

Survei menunjukkan CHP memimpin secara nasional dengan hampir satu persen suara, pencapaian yang pertama kalinya terjadi dalam 35 tahun terakhir. Asisten profesor ilmu politik di Universitas Bogazici Istanbul Mert Arslanalp mengatakan ini adalah "kekalahan pemilu terberat" bagi Erdogan sejak ia berkuasa pada tahun 2002.

"Imamoglu menunjukkan ia dapat menjangkau seluruh perpecahan sosial-politik yang mendalam yang mendefinisikan pemilih oposisi Turki bahkan tanpa dukungan institusional mereka," katanya. "Hal ini membuatnya menjadi saingan yang paling kompetitif secara politik bagi rezim Erdogan," kata Arslanalp. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler