China Sebut Hubungan Ekonominya dengan Rusia tak Terkait Perang

China akan terus mendorong perundingan damai dengan caranya sendiri.

Pavel Byrkin, Sputnik, Kremlin Pool Photo via
Presiden Rusia Vladimir Putin (kanan) dan Presiden China Xi Jinping bersulang saat makan malam mereka di The Palace of the Facets adalah sebuah bangunan di Kremlin Moskow, Rusia, Selasa (21/3/2023).
Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning mengatakan hubungan ekonomi negaranya dengan Rusia tidak terkait dengan perang di Ukraina. Dia menambahkan bahwa China berkomitmen untuk memainkan peran konstruktif dalam mendorong gencatan senjata dan penyelesaian konflik melalui jalur politik.

Baca Juga


"Hubungan China-Rusia tidak boleh diserang atau dirusak, hak serta kepentingan China dan perusahaan China tidak boleh dirugikan," kata Mao Ning dalam jumpa pers di Beijing pada Selasa (9/4/2024).

Dia menegaskan hal itu untuk menanggapi pernyataan Menteri Keuangan AS Janet Yellen saat bertemu Wakil Perdana Menteri China He Lifeng di Guangzhou. Yellen meminta perusahaan-perusahaan China agar tidak mendukung perang Rusia di Ukraina, termasuk dukungan bagi industri pertahanan Rusia.

Dia memperingatkan akan adanya "konsekuensi yang signifikan" bila ada dukungan bagi perang Rusia di Ukraina. "Dapat saya katakan bahwa kerja sama antara China dan Rusia tidak boleh tunduk pada campur tangan atau pembatasan pihak asing," kata Mao Ning.

Dia menyebut China akan terus mendorong perundingan damai dengan caranya sendiri, menjaga komunikasi dengan Rusia, Ukraina, dan pihak-pihak lain, serta mewujudkan penyelesaian konflik melalui jalur politik sesegera mungkin.

China bukanlah pihak yang menciptakan krisis Ukraina dan juga bukan salah satu pihak di dalamnya, kata Mao Ning. "Kami tidak pernah dan tidak akan pernah mencari keuntungan dari krisis tersebut," katanya.

Dia menambahkan bahwa China juga melakukan hubungan dagang sesuai hukum sehingga negara-negara lain tidak boleh merusak hubungan China-Rusia, apalagi menuding China telah memicu konfrontasi blok.

Pada 23 Februari 2024, AS mengumumkan pembatasan perdagangan baru terhadap 93 entitas dari Rusia, China, Turki, Uni Emirat Arab, Kirgizstan, India, dan Korea Selatan karena dianggap mendukung perang Rusia di Ukraina. Pembatasan itu menandai peringatan dua tahun perang Rusia-Ukraina yang telah berlangsung sejak 24 Februari 2022.

Sanksi terbaru itu dirancang agar Rusia tidak bisa membeli perangkat keras atau peralatan militer yang diperlukan untuk melanjutkan perang melawan Ukraina.

Selain AS, Uni Eropa juga telah menyetujui paket sanksi terkait Rusia, termasuk terhadap tiga perusahaan China dan satu perusahaan yang berbasis di Hong Kong. Pembatasan juga diumumkan oleh Inggris yang mencakup sanksi terhadap tiga perusahaan elektronik China.

Sejak Februari 2022, pemerintah AS telah mengerahkan sejumlah instrumen ekonomi untuk mengganggu dan melemahkan ekonomi dan mesin perang Rusia. Selama dua tahun terakhir, Departemen Keuangan dan Departemen Luar Negeri AS telah menetapkan lebih dari 4.000 entitas dan individu yang dijatuhi sanksi terkait Rusia.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler