Cerita Lebaran Perdana di KBRI Beijing
Ada haru bercampur rindu.
REPUBLIKA.CO.ID, Laporan Jurnalis Republika Kamran Dikarma dari Beijing, Cina
BEIJING -- Kumandang takbir sudah terdengar ketika saya tiba di depan gedung KBRI Beijing pada Rabu (10/4/2024) pagi, sekitar pukul 08.00 waktu setempat. Meski cuaca agak mendung, dingin, dan sempat gerimis, saya tetap memutuskan datang ke KBRI untuk mengikuti shalat Id berjamaah serta merayakan Idul Fitri bersama para warga negara Indonesia (WNI).
Ini adalah pengalaman perdana saya berlebaran di negara orang dan tak bersama keluarga. Disambut gema takbir saat tiba di KBRI Beijing cukup melelehkan perasaan saya.
Ada haru bercampur rindu. Sebab sepanjang Ramadhan kemarin, saya sama sekali tak menikmati momen sahur dan iftar bersama keluarga. Sudah sekitar 1,5 bulan saya berada di Cina untuk mengikuti program China International Press Center (CIPC) 2024.
Oleh sebab itu, momen merayakan Idul Fitri bersama para WNI di KBRI Beijing sangat saya nantikan. Ketika tiba di KBRI Beijing, area pelataran telah digelari karpet untuk pelaksanaan shalat Id. Meski sempat khawatir akan turun hujan karena telah gerimis, tapi ternyata reda tiba.
Suasana pun begitu hangat. Meski tak semua WNI yang hadir saling kenal, tapi tegur dan sapa tetap terjalin. Interaksi semacam itu tentu meringankan perasaan mereka yang ingin atau merindukan momen berlebaran bersama keluarga.
Selanjutnya...
Kegiatan shalat Id berjamaah dilaksanakan sekitar pukul 09.00 dan diikuti lebih dari 100 WNI. Imam shalat adalah Fadhil Fawwaz Revano, mahasiswa Indonesia berusia 23 tahun yang sedang menempuh pendidikan S1 di University of International Business and Economics. Fadhil juga merupakan anggota organisasi Lingkar Pengajian Beijing.
Sementara Ahmad Syifa, mahasiswa Indonesia berusia 39 tahun yang tengah menempuh pendidikan S3 jurusan ekonomi terapan di Beijing Institute of Technology, dipilih untuk memberikan ceramah seusai pelaksanaan shalat Id. Syifa juga menjabat sebagai Katib Syuriah Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Beijing.
Dalam ceramahnya, Syifa membahas pentingnya ukhuwah Islamiah, ukhuwah wathaniyah, dan ukhuwah basyariyah. Dia juga menyinggung tentang situasi WNI yang harus berlebaran di KBRI dan tak bersama keluarga.
“Namun, kehangatan persaudaraan sesama anak bangsa tetap terjalin erat berkat tempat yang insya Allah memberikan keberkahan bagi kita semua,” ucapnya.
Momen shalat Id berjamaah dan perayaan Idul Fitri di KBRI Beijing tak dihadiri Duta Besar RI untuk Cina Djauhari Oratmangun. Namun, Djauhari sempat menyapa para WNI yang berlebaran di KBRI Beijing via sambungan video.
Selanjutnya...
Dia pun menyampaikan ucapan selamat Lebaran. “Mohon maaf lahir dan batin dari kami berdua. Mohon maaf tidak bisa hadir bersama-sama di Beijing tahun ini karena kebetulan ada acara bersama keluarga di Jakarta yang dilakukan kemarin,” kata Djauhari yang didampingi istrinya.
Setelah Djauhari menyampaikan pesannya, acara dilanjutkan dengan halalbihalal. Suasana dipenuhi sukacita ketika para WNI saling bersalaman.
Ada beberapa di antara mereka yang sudah saling mengenal, turut bertukar peluk. Pemandangan tersebut memberi kehangatan bagi saya; dan saya yakin bagi para WNI lainnya, yang tak bisa berlebaran bersama keluarga.
Saya sempat berbincang dengan Fadhil Fawwaz Revano, mahasiswa Indonesia yang menjadi imam shalat Id. Fadhil menceritakan sudah dua tahun terakhir dia berlebaran di Beijing. “Sedih juga tidak bisa bareng keluarga (ketika Lebaran). Tapi ada senangnya juga bisa berkumpul sama teman-teman di sini, di mana silaturahim semua teman-teman Muslim di Beijing,” ucapnya.
Selama bulan Ramadhan kemarin, Fadhil dan anggota Lingkar Pengajian Beijing cukup rutin ke KBRI Beijing. Mereka mengikuti kegiatan khataman Alquran yang diselenggarakan Majelis At-Taqwa KBRI Beijing. Majelis taklim tersebut diketuai oleh Atase Laut RI di Beijing, Kolonel Yulindo.
Selanjutnya...
Selain dengan Fadhil, saya juga sempat berbincang dengan Mutiah Robiah Al Adawiyah, mahasiswi Indonesia berusia 27 tahun yang tengah menempuh pendidikan magister di Beijing Normal University. Berbeda dengan Fadhil, berlebaran di Beijing menjadi pengalaman perdana baginya. Kendati demikian, Mutiah merasa memperoleh pengalaman berkesan.
Mutiah mengakui, ada perasaan rindu keluarga ketika momen Idul Fitri tiba. “Tapi saya merasa beruntung di sini ada kedutaan besar (Indonesia) yang memfasilitasi untuk bersilaturahim, melakukan shalat Id, dan ada jamuan makan bersama. Tentunya saya tidak merasa sendiri di sini,” ungkap Mutiah.
Seperti disinggung Mutiah, pada perayaan Idul Fitri, KBRI Beijing memang menyediakan beragam makanan khas Lebaran, mulai dari opor ayam, gulai nangka, hingga rendang. Mereka disajikan secara prasmanan dan para WNI dipersilakan memilih sendiri apa yang ingin disantapnya. Perjumpaan dengan makanan-makanan tersebut tentu turut melengkapi warna Lebaran.
Jamuan makan menjadi penutup rangkaian acara perayaan Idul Fitri di KBRI Beijing. Semua berjalan lancar.
Menjelang siang, diiringi rinai gerimis, satu per satu WNI mulai meninggalkan KBRI. Tak ada raut gundah atau kecewa. Semua tampak semringah dan larut dalam sukacita, termasuk saya.