Guru Besar Unpad: Hakim MK Bisa Pertimbangkan Amicus Curiae Meski Bukan Alat Bukti
Ada 33 pengajuan amicus curiae per Kamis (19/4/2024).
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Profesor Susi Dwi Harijanti menyoroti munculnya banyak orang atau kelompok yang mengajukan diri menjadi amicus curiae atau sahabat pengadilan terkait perkara sengketa hasil Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK). Per Kamis (18/4/2024) ada 33 pengajuan amicus curiae.
Susi tak setuju dengan pendapat yang mengatakan majelis hakim MK tidak akan mempertimbangkan pendapat amicus curiae atau amicus brief. Menurutnya, MK bisa saja menjadikan amicus brief sebagai pertimbangan dalam pembuatan putusan, meski pendapat sahabat pengadilan itu bukan alat bukti.
"Amicus brief itu apakah nanti tidak dipertimbangkan oleh hakim? Itu sangat tergantung kepada hakim, menurut saya. Jadi meskipun dia bukan alat bukti, tetapi hakim itu dapat mempertimbangkan amicus brief," kata Susi ketika dihubungi Republika.co.id dari Jakarta, Kamis.
Susi menjelaskan, amicus curiae pada dasarnya adalah orang atau kelompok yang bukan pihak dalam perkara, tapi berkepentingan atas putusan perkara tersebut. Tujuan amicus curiae mengajukan diri dan menyerahkan amicus brief adalah mempengaruhi putusan majelis hakim.
Amicus brief yang diajukan, kata Susi, dapat menjadi informasi tambahan bagi majelis hakim dalam memutus perkara. "Bisa saja ketika pemeriksaan alat bujti ada hal-hal yang kurang terelaborasi. Dengan amicus brief itu ada hal-hal baru yang tidak ditemukan dalam proses pemeriksaan alat bukti tadi," ujarnya.
Hanya saja, kata dia, dalam hukum acara di Indonesia belum diatur secara eksplisit soal amicus curiae ini. Lain halnya di Mahkamah Agung Amerika Serikat yang sudah mengatur secara rigid ketentuan pengajuan amicus curiae dan kontennya.
Otoritas penuh hakim...
Kendati begitu, lanjut Susi, bukan berarti pengajuan amicus curiae di peradilan Indonesia tak ada landasannya. Menurut dia, Pasal 5 Ayat 1 UU tentang Kekuasaan Kehakiman merupakan landasan keberadaan amicus curiae. Pasal tersebut menyatakan bahwa hakim wajib menggali nilai-nilai yang hidup atau nilai-nilai keadilan yang ada di dalam masyarakat.
Dengan landasan tersebut, ujar Susi, majelis hakim MK bisa atau boleh mempertimbangkan amicus brief dalam pengambilan keputusan. Para hakim punya otoritas penuh untuk menggunakan atau tidak amicus brief itu. "Jadi sangat tergantung kepada hakim, apakah akan menggunakan atau tidak menggunakan," ujarnya.
Ketika ditanya bobot pengaruh amicus curiae terhadap putusan, Susi mengakui bahwa alat bukti lebih mengikat para hakim dalam pembuatan putusan karena sudah diatur dalam hukum acara. Kendati begitu, keberadaan amicus brief tak boleh disimpulkan secara sepihak bahwa tak akan dipertimbangkan oleh majelis hakim.
Juru Bicara MK, Fajar Laksono mengatakan, majelis hakim kini tengah mendalami 14 dari 33 amicus brief. Pasalnya, hanya 14 amicus brief yang diajukan sebelum tenggat waktu pengajuan. Salah satunya adalah amicus brief yang diajukan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
"Nah 14 (amicus brief) itu yang sampai dengan hari ini sudah didalami oleh hakim gitu kan, (tapi) bukan berarti dipertimbangkan ya," kata Fajar kepada wartawan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (18/4/2024).
14 amicus curiae...
Dia mengatakan, delapan hakim MK yang akan menentukan apakah semua, atau sebagian, atau tidak sama sekali amicus brief itu dipertimbangkan dalam proses pembuatan putusan. Yang jelas, kata dia, para hakim kini sedang membaca dan mencermati 14 amicus brief itu.
Karena itu, Fajar menyebut bahwa pengaruh 14 amicus brief itu terhadap putusan MK belum bisa diketahui. Terlebih lagi, ini kali pertama ada orang atau kelompok masyarakat mengajukan diri menjadi amicus curiae dalam perkara sengketa hasil pilpres
"Tadi saya katakan, di MK ini minim pengalaman amicus curiae, apalagi di perkara perselisihan hasil pilpres. Kita pernah terima (amicus curiae), tapi di perkara pengujian undang-undang," ujarnya.
Dia menyebut, seberapa besar pengaruh amicus curiae itu sangat tergantung keyakinan hakim. Publik nanti bisa mengetahui pengaruhnya setelah majelis hakim membacakan putusan.
Majelis hakim MK kini tengah menggelar rapat permusyawaratan hakim (RPH) untuk menentukan putusan. Rapat dijadwalkan berlangsung hingga Ahad (21/4/2024). Sehari setelahnya, majelis hakim akan menggelar sidang pembacaan putusan.
Dalam perkara ini, pasangan capres-cawapres Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud sebagai penggugat sama-sama meminta MK membatalkan Keputusan KPU Nomor 360 yang menyatakan Prabowo-Gibran meraih 96.214.691 suara (terbanyak). Mereka juga meminta MK memerintahkan KPU melaksanakan pemungutan suara ulang Pilpres 2024 tanpa melibatkan Prabowo-Gibran.
Petitum itu diajukan karena mereka yakin bahwa pencalonan Gibran tidak sah. Mereka juga mendalilkan bahwa pelaksanaan Pilpres 2024 diwarnai pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang dilakukan Presiden Jokowi demi memenangkan Prabowo-Gibran.