Survei Indikator: Tingkat Ketidakpuasan Penyelenggaraan Pemilu di Sumatra Tertinggi

Kendati demikian, mayoritas masyarakat cukup puas dengan penyelenggaraan pemilu.

dok istimewa
Demonstrasi untuk memberikan dukungan pada MK dalam memutus sengketa Pemilu 2024 di kawasan Patung Kuda, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (18/4/2024).
Rep: Dessy Suciati Saputri Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Indikator Politik Indonesia merilis survei terbarunya mengenai tingkat kepuasan terhadap penyelenggaraan Pemilu 2024. Berdasarkan survei yang dilakukan pada periode 4-5 April 2024 melalui telepon, ditemukan bahwa tingkat ketidakpuasan masyarakat Sumatra terhadap penyelenggaraan pemilu paling tinggi dibandingkan wilayah lainnya, yakni mencapai 36,2 persen.

Baca Juga


“Sumatra tingkat kepuasannya relatif lebih rendah dibanding wilayah lain. Itupun warga Sumatra yang puas mencapai 63 persen,” kata Peneliti Utama Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi dalam paparan rilis survei nasional bertema ‘Persepsi Pubik atas Penegakan Hukum, Sengketa Pilpres di MK, dan Isu-Isu Terkini Pasca-Pilpres’, Ahad (21/4/2024).

Sedangkan tingkat ketidakpuasan masyarakat di wilayah lainnya, yakni Maluku dan Papua berada di urutan kedua, sebesar 35,5 persen. Kemudian diikuti Jateng dan DIY 34,7 persen, Kalimantan 33,8 persen, DKI Jakarta 23,7 persen, Banten 19,9 persen, Jabar 18,1 persen, serta Bali Nusa 12,7 persen.

Kendati demikian, Burhanuddin mengatakan, mayoritas masyarakat menyatakan cukup puas dengan penyelenggaraan pemilu, yang mencapai 75,7 persen. Sedangkan masyarakat yang tidak puas ditemukan sekitar 23,7 persen.

Menurut Burhanuddin, temuan angka kepuasaan masyarakat ini menurun jika dibandingkan dengan survei pascapemilu atau setelah pemilu 2024 selesai diselenggarakan, yakni pada 17-19 Februari lalu. Saat itu, tingkat kepuasan publik terhadap penyelenggaraan pemilu mencapai 82 persen. Sedangkan saat ini hanya 75,7 persen atau mengalami penurunan sekitar 6 persen.

Ia menilai, penurunan tingkat kepuasaan publik itu terjadi setelah masyarakat mengetahui pasangan calon yang dipilihnya mengalami kekalahan. Selain itu, faktor lainnya seperti adanya pernyataan dan tudingan kecurangan selama pemilu juga mempengaruhi tingkat kepuasan masyarakat.

Meskipun begitu, Burhanuddin menilai tingkat penurunan kepuasan penyelenggaraan pemilu sebesar 6 persen tersebut masih tergolong rendah. Jika dibandingkan pada Pilpres 2019 silam, angka penurunan kepuasannya sangat tinggi, yang mencapai 30 persen.

“Di tahun 2019 itu penurunannya nggak main-main, awalnya 90 persen puas waktu exit poll tahun Pemilu 2019, dalam 2 bulan kemudian yang puas cuma tinggal 60 persen, turunnya 30 persen saat itu 2019 waktu Prabowo masih berkompetisi melawan Pak Jokowi. Kalau sekarang turunnya hanya 6 persen. Jadi mayoritas mutlak masyarakat puas terhadap penyelenggaraan pemilu dengan segala kelemahannya,” jelas dia.

Burhanuddin memaparkan, mayoritas masyarakat puas terhadap penyelenggaraan pemilu, kecuali etnis Minang. Menurut dia, sebanyak 63,6 persen masyarakat etnis Minang menyatakan ketidakpuasannya.

“Hanya etnik Minang yang mayoritas tidak puas terhadap penyelenggaraan pemilu,” ujar Burhanuddin.

Dalam survei ini, margin of error diperkirakan sekitar 2,9 persen, pada tingkat kepercayaan 95 persen, dan menggunakan asumsi simple random sampling. Sampel dipilih melalui metode random digit dialing sebanyak 1201 responden.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler