Jadi Ibu Cerdas, Ketahui Bahasa Kasih Sayang
Bahasa kasih sayang diibaratkan baterai yang dilihat dari lima aspek.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dokter praktisi neuroparenting dr Aisah Dahlan mengatakan menjadi ibu cerdas perlu mengetahui bahasa kasih sayang yang digunakan untuk mengungkapkan rasa kasih sayang dan cinta pada orang lain. Aisah, dalam diskusi daring yang diikuti di Jakarta, Rabu (24/4/2024) mengatakan, bahasa kasih sayang yang diibaratkan baterai bisa dilihat dari lima aspek yakni, kata pendukung, sentuhan fisik, waktu berkualitas bersama, pelayanan, dan hadiah yang harus dipenuhi sesuai kebutuhan anak.
“Otak sumber kerjanya listrik makanya ‘baterai’ harus penuh agar jalan ke sistem saraf dan dimintai tolong, arahan siap dijalankan, ‘baterai’ kasih sayang di-charge dengan bahasa kasih sayang,” kata Aisah.
Bahasa kasih sayang pada anak dan pasangan bisa berbeda, tergantung apa ‘baterai’ kasih sayang utamanya yang tertanam di otak mereka. Agar tidak kosong, baterai tersebut harus diisi minimal tiga kali seminggu agar anak maupun pasangan merasa nyaman saat bersama di rumah.
Jika kosong, akan ada perilaku menyimpang yang mengindikasikan batas kritis kurangnya kasih sayang pada anak maupun pasangan.
Aisah mengatakan jika bahasa kasih sayang utamanya adalah kata-kata pendukung, maka seringlah beri pujian pada anak atau pasangan, selanjutnya bisa diikuti dengan sentuhan fisik seperti pelukan atau usapan untuk mengapresiasi.
“Kalau tidak diisi anak akan jadi suka mengejek atau menjelekkan orang, kalau sentuhan fisik kosong anak akan jadi suka mencubit atau memukul,” katanya.
Ia melanjutkan jika anak memiliki ‘baterai’ kasih sayang senang meluangkan waktu berkualitas, maka ibu bisa menemani anak dalam setiap kegiatannya. Hal itu akan sangat berarti pada anak meskipun tidak membutuhkan apresiasi atau kata-kata pendukung.
Jika ‘baterai’ itu kosong, anak bisa jadi sering menyendiri dan sering mengunci diri di kamar seakan menghindar dari orang tua.
Sementara anak yang memiliki bahasa kasih sayang dengan pelayanan (act of service), maka anak akan cenderung lebih loyal untuk memberikan bantuan tanpa diminta.
“Jangan ditolak jika anak bahasa kasih sayangnya pelayanan dia akan senang sekali membantu, kalau baterai itu kosong anak jadi kasar saat meminta sesuatu dan menjadi pembuli,” katanya.
Aisah mengatakan jika anak atau pasangan lebih senang memberi hadiah atau menunjukkan karyanya, apresiasi dengan menghargai apa yang diberikan, bisa dengan kata-kata positif atau dengan menyimpannya di tempat terbaik. Karena seseorang dengan bahasa kasih sayang Gift atau memberi hadiah akan merasa senang jika sesuatu yang ia berikan dipakai atau dihargai.
“Kalau baterai ini kosong, bagi anak-anak akan menjadi pelit, tidak suka berbagi dan bisa jadi kleptomania,” ucap Aisah.
‘Baterai’ kasih sayang ini, kata Aisah harus dipenuhi setiap hari pada anak yang baru lahir sampai usia 5 tahun, meskipun orang tua bekerja. Di atas 5 tahun orang tua sudah harus mengetahui bahasa kasih sayang mana yang menjadi bahasa utama anak dari kebiasaan sehari-hari anak.