KFC Malaysia Tutup Sementara
KFC dan Pizza Hut di Malaysia katakan penutupan gerai karena tantangan ekonomi.
REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- KFC Malaysia tutup gerai-gerainya di negara itu. Perusahaan mengatakan langkah tersebut diambil karena tantangan ekonomi tapi sejumlah media lokal melaporkan penutupan disebabkan boikot usai perusahan cepat saji dikaitkan dengan Israel.
Malaysia yang mayoritas penduduknya Muslim merupakan pendukung setia Palestina. Seperti di beberapa negara mayoritas Muslim lainnya merek-merek Barat menjadi sasaran boikot usai Israel menyerang Gaza.
QSR Brands (M) Holdings Bhd, yang mengoperasikan KFC dan Pizza Hut di Malaysia mengatakan penutupan gerainya karena tantangan ekonomi.
"QSR Brands dan KFC Malaysia mengambil langkah proaktif dan untuk menutup sementara gerai-gerainya sebagai cara mengelola naiknya biaya bisnis dan fokus pada zona perdagangan keterlibatan tinggi," kata QSR Brands dalam pernyataannya Senin (29/4/2024) malam.
Pernyataan tersebut tidak menyinggung laporan media lokal. Tidak disebutkan berapa banyak gerai yang terkena dampak. Tetapi media lokal melaporkan lebih dari 100 gerai ditutup untuk sementara waktu.
QSR Brands mengatakan karyawan dari gerai yang terkena dampak ditawari kesempatan untuk pindah ke gerai di daerah dengan keterlibatan pelanggan yang lebih tinggi.
Dikutip dari Aljazirah pada awal Februari lalu McDonald's mengatakan target penjualannya meleset dari target sebagian karena boikot terhadap produknya di beberapa bagian dunia karena dianggap mendukung Israel. McDonalds mengatakan perang di Gaza "sangat mempengaruhi" kinerja pada kuartal terakhir 2023 di beberapa wilayah. Pertumbuhan penjualan di Timur Tengah, China dan India mencapai 0,7 persen pada kuartal tersebut, jauh di bawah ekspektasi.
Perusahaan makanan cepat saji ini hanya satu dari beberapa merek Amerika Serikat yang terkena boikot dan protes karena dianggap mendukung perang Israel di Gaza. Di situs-situs media sosial, beredar daftar merek-merek yang dituduh mendukung Israel, meskipun hubungan tersebut sering kali tidak dijelaskan secara gamblang.
Dorongan ini merupakan bagian dari kampanye Boikot, Divestasi, dan Sanksi (BDS) yang lebih besar yang menargetkan merek-merek yang bersahabat dengan Israel sejak 2005.