3 Orang Tertular HIV Setelah Jalani Vampire Facial, Lakukan Ini Agar tak Bernasib Sama

Masyarakat diimbau lebih berhati-hati sebelum melakukan vampire facial.

Dok. Freepik
Seorang wanita melakukan treatment vampire facial (ILUSTRASI). Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika ingin melakukan treatment vampire facial.
Rep: Adysha Citra Ramadani Red: Qommarria Rostanti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tiga orang wanita diduga tertular HIV setelah menjalani perawatan vampire facial dari spa tak berlisensi di New Mexico. Ini merupakan kasus penularan HIV pertama yang terjadi melalui prosedur injeksi kosmetik menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC).

Baca Juga


Vampire facial merupakan istilah lain dari perawatan microneedling dengan platelet-rich plasma (PRP). Prosedur ini dilakukan dengan cara mengaplikasikan obat bius oles pada wajah terlebih dahulu.

Sambil menunggu wajah menjadi kebas, darah akan diambil dari pasien, biasanya melalui lengan. Darah ini kemudian akan dimasukkan ke dalam sebuah alat sentrifugal untuk memisahkan PRP dari komponen darah lainnya.

Di sisi lain, prosedur microneedling akan dilakukan pada area wajah untuk menciptakan tusukan-tusukan mikro terkontrol di permukaan kulit. Setelah itu, cairan PRP akan digunakan untuk memijat area yang sudah di-microneedling sehingga PRP bisa masuk dengan lebih mudah ke kulit.

Laman Healthline mengungkapkan bahwa prosedur microneedling tradisional biasanya dilakukan untuk menyamarkan spot penuaan, keriput, bekas luka, hingga hiperpigmentasi. Penggunaan PRP pada prosedur microneedling atau vampire facial bertujuan untuk semakin memperkuat efek perawatan.

Namun karena prosedur perawatan ini melibatkan darah, orang-orang perlu mewaspadai adanya risiko penularan penyakit dengan perantara darah, termasuk penularan HIV. Risiko ini bisa meningkat secara signifikan bila orang-orang vampire facial dilakukan oleh pihak yang tidak berlisensi.

Oleh karena itu, CDC menganjurkan orang-orang untuk lebih berhati-hati dan selektif sebelum melakukan perawatan vampire facial. Vampire facial sebaiknya hanya dilakukan di klinik yang berlisensi oleh tenaga medis yang sudah terlatih.

Selain itu, produk dan alat yang digunakan dalam prosedur perawatan vampire facial harus sudah memiliki izin edar yang resmi. Pihak penyedia jasa, seperti klinik, juga harus menerapkan praktik kontrol infeksi yang baik untuk mencegah terjadinya penularan penyakit melalui darah, seperti dilansir CBS News.

Bila dilakukan di fasilitas berlisensi dengan praktik kontrol infeksi yang ketat, vampire facial umumnya aman untuk dilakukan, bahkan untuk pasien HIV, menurut profesor di bidang penyakit menular dari Vanderbilt University Medical Center, William Schaffner MD. Menurut Schaffner, penularan HIV melalui suatu prosedur medis biasanya hanya terjadi bila terdapat penyimpangan dalam standar praktik pengendalian infeksi yang dilakukan oleh penyedia jasa.

Oleh karena itu, orang-orang yang tertarik untuk melakukan vampire facial perlu lebih selektif dalam memilih penyedia jasa. Jangan sekali-kali tergiur harga yang lebih murah dari penyedia jasa "abal-abal" dan tidak berkompetensi serta tidak berizin.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler