Ojol di Thailand Hadapi Risiko Saat Bekerja di Tengah Gelombang Panas  

Perubahan iklim membuat gelombang panas menjadi lebih sering terjadi.

AP Photo/Sakchai Lalit
Seorang wanita berjalan melewati pancuran air untuk mendinginkan diri dari suhu panas di Bangkok, Thailand, pada 9 April 2024. Asia Tenggara sedang menghadapi gelombang panas selama berminggu-minggu karena suhu yang mencapai rekor tertinggi telah menyebabkan penutupan sekolah di beberapa negara dan peringatan kesehatan yang mendesak di seluruh wilayah.
Rep: Gumanti Awaliyah Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di Siam Square di pusat kota Bangkok, Suriyan Wongwan, terlihat berkeringat dan kepanasan kala menunggu makanan yang harus diantar dengan sepeda motor, ketika Thailand dilanda gelombang panas. 

Baca Juga


"Saya takut terkena heatstroke," kata pria berusia 51 tahun ini kepada AFP saat suhu udara mencapai 37 derajat Celsius dan kelembapan udara membuat suhu udara menjadi 43 derajat Celsius.

Sebagian besar wilayah Asia Tenggara tengah berjuang menghadapi gelombang panas yang telah memecahkan rekor suhu dan memaksa jutaan anak untuk tinggal di rumah karena sekolah-sekolah ditutup.

Para ahli mengatakan bahwa perubahan iklim membuat gelombang panas menjadi lebih sering terjadi, lebih lama dan lebih kuat, sementara fenomena El Nino juga menyebabkan cuaca yang sangat panas tahun ini.

Di antara mereka yang paling terpukul adalah para pekerja lepas yang mengharuskan mereka berada di luar ruangan sepanjang hari, seperti para pengendara ojek online yang mengantarkan makanan dan menawarkan tumpangan di jalanan Bangkok yang macet.

"Perlindungan diri saya adalah dengan minum lebih banyak air, sehingga saya dapat membawa diri saya dan tidak pingsan. Dalam cuaca panas seperti ini, saya minum setiap kali memarkir sepeda motor," kata Suriyan seperti dilansir Channel News Asia, Rabu (1/5/2024).

Mal-mal ber-AC tempat Suriyan mengambil pesanan makanan menawarkan kelonggaran. Akan tetapi, ia juga khawatir perubahan suhu yang cepat berisiko membuatnya sakit.

Isara Sangmol adalah salah satu dari legiun "win motosai" (pengendara ojek) di kota ini dan telah melakukan pekerjaan ini sejak berusia 17 tahun. Saat ini, ia minum empat atau lima botol air sehari untuk menjaga tubuh tetap terhidrasi, dua kali lipat dari biasanya.

"Kita perlu tidur yang cukup untuk bekerja, jika tidak, suhu panas akan mempengaruhi tubuh dan kesehatan kita," ujar pria berusia 48 tahun ini sambil meneguk air dari sebuah gelas.

Ia menunggu pelanggan....

 

 

Ia menunggu pelanggan di sore hari di sebuah kios sepeda motor yang menawarkan tempat teduh. "Jika cuaca terlalu panas, saya bisa melepas jaket (yang biasa dipakai pengendara ojek) dan masuk ke dalam mal untuk menyejukkan diri," kata dia.

Seksith Prasertpong telah mengantarkan makanan untuk aplikasi Line Man selama dua tahun terakhir dan mengatakan bahwa cuaca panas membuat pekerjaannya menjadi lebih sulit.

"Saya harus lebih sering mencuci muka, pergi ke toilet dan minum air dingin secara teratur," kata pria berusia 38 tahun itu.

Meskipun suhu panas mereda di siang hari, Seksith mengatakan bahwa mengubah jam kerjanya bukanlah sebuah pilihan. "Upah kami memang rendah. Tetapi semakin banyak kami bekerja, semakin banyak pula penghasilan kami," ujar Seksith.

Dia ingin melihat adanya insentif bagi pengendara selama cuaca panas, seperti yang terjadi saat ini saat hujan lebat ketika tarif pengantaran dinaikkan.

Suriyan juga berpendapat bahwa tarif seharusnya dinaikkan untuk mencerminkan kesulitan pekerjaan. “Bahkan dalam cuaca panas sekalipun, pengendara seperti saya masih harus bekerja karena kami membutuhkan uang untuk menjalani kehidupan sehari-hari terutama sekarang ketika segala sesuatu semakin mahal,” tegas Suriyan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler