Asosiasi Negara Penghasil Sawit: ISPO Sudah Memenuhi Syarat Keberlanjutan
Tujuan ekspor utama minyak sawit Indonesia adalah China sebesar 16,72 persen.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Negara-negara Penghasil Minyak Sawit (CPOPC) menyatakan, komoditas kelapa sawit yang ada di Indonesia sudah menerapkan pola sustainability (keberlanjutan), di antaranya melalui sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).
"Jadi ISPO sudah memenuhi syarat berkelanjutan," kata Sekretaris Jenderal CPOPC Rizal Affandi Lukman di Jakarta, Sabtu (4/5/2024).
Atas dasar itu, lanjutnya dalam Focus Group Discussion (FGD) "Kupas Tuntas Regulasi Perkelapa Sawitan Indonesia," sertifikasi ISPO terus didorong, hal ini menyusul adanya Undang undang Antideforestasi Uni Eropa (EU Deforestation Regulation/ EUDR).
Menurut dia, perlunya mendorong sertifikasi ISPO adalah untuk membuktikan bahwa kelapa sawit pola budi daya yang diterapkan telah memenuhi syarat sustainable, terlebih itu menjadi syarat untuk bisa tetap melakukan ekspor ke negara uni Eropa (UE).
Pada 2023, Indonesia dan Malaysia merupakan eksportir minyak sawit terbesar dunia yang masing-masing sebesar 28,6 juta ton (56 persen) dan 15,1 juta ton (29,6 persen).
Rizal menyatakan walaupun ekspor ke UE tidaklah besar tapi akan memberikan dampak signifikan terhadap petani sawit, sebab ada kesenjangan antara regulasi EUDR dan kondisi di lapangan yang dihadapi petani sawit sehari-hari.
Sebab, regulasi tersebut memberlakukan benchmarking atau pengelompokan negara eksportir berdasarkan tingkat risiko deforestasi, yakni risiko tinggi, risiko menengah dan risiko rendah.
"Sehingga dalam hal ini kita pastikan jangan sampai petani sawit tertinggal, jadi kita meminta kepada pihak UE untuk bisa tetap memperhatikan perhatian terhadap petani," katanya
Sementara itu, menurut Tim Penguatan dan Pelaksanaan ISPO, Rismansyah Danasaputra sawit berkelanjutan adalah keniscayaan, bukan desakan global.
"Sertifikasi berkelanjutan ISPO menjadi salah satu panduan berharga dalam membangun daya saing sawit ditingkat nasional, regional dan global," ujarnya.
Mantan direktur di Ditjen Perkebunan, Kementerian Pertanian itu memaparkan pada 2022 tujuan ekspor utama minyak sawit Indonesia adalah China sebesar 16,72 persen, India sebesar 11,13 persen dan AS sebesar 6,07 persen sedangkan ke negara UE hanya 12,7 persen.
Kadiv Perusahaan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Achmad Maulizal Sutawijaya menambahan terkait pentingnya sertifikasi ISPO untuk pembuktian bahwa kelapa sawit di Indonesia telah sustainable.
Saat ini sekitar 2,4 juta petani swadaya yang melibatkan 4,6 juta pekerja pada sektor kelapa sawit, lanjutnya, artinya jika sampai komoditas kelapa sawit terpukul oleh aturan EUDR maka akan ada jutaan petani dan pekerja yang ikut merasakan dampaknya.
Untuk itu, dia menambahkan, selain mendorong sertifikasi ISPO kampanye positif juga harus semakin agresif dilakukan terhadap negara-negara yang selama ini diskriminatif dalam perdagangan minyak sawit, seperti negara-negara Uni Eropa.
"Kami sudah menyiapkan strategi kampanye positif di Uni Eropa. Ini sekaligus untuk mengimbangi opini terkait sawit yang masih negatif di kalangan masyarakat dan pengambil kebijakan di Eropa," katanya.
Sedangkan, Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Dinas Perkebunan Provinsi Riau, Defris Hatmjaja mengakui pentingnya komoditas kelapa sawit khususnya Provinsi Riau yang melibatkan tidak sedikit petani.
Bahkan, lanjutnya, dengan luasnya lahan milik petani maka pola budidaya yang dilakukan pun kini telah lebih baik sehingga menghasilkan rendemen yang baik.
"Artinya jika pemasaran produk kelapa sawit terganggu, maka ekonomi petani di Riau juga akan terganggu," ujar Defris.