Perajin Batik Cirebon Diajak Beralih ke Malam Sawit, Lebih Ramah Lingkungan
Malam sawit merupakan produk turunan minyak sawit.
REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON---Wiwi (42) meniup-niup canting yang baru saja diisinya dengan cairan malam yang panas. Dengan penuh cekatan, canting itu kemudian digoreskannya pada sehelai kain berwarna putih yang ada di depannya.
Kain tersebut sebelumnya telah diberi gambar dengan motif Gurdo Sawit, yang melambangkan harapan untuk kejayaaan industri sawit nasional, dan dipadukan dengan motif mega mendung khas Cirebon. Dalam waktu singkat, pengrajin batik asal Desa Kaliwulu, Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon itupun berhasil menutup seluruh gambar tersebut dengan malam.
‘’Sudah puluhan tahun saya membatik, sejak masih SMP (sekolah menengah pertama),’’ ujar Wiwi saat ditemui Republika di sela acara Sosialisasi dan Inkubasi Malam Sawit, yang digelar Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), di KPPN Cirebon, Kamis (2/5/2024).
Dalam kegiatan tersebut, para perajin batik diberikan pemahaman mengenai penggunaan malam sawit pada batik. Mereka juga diajari cara membuat malam sawit dan mempraktikkan secara langsung penggunaan malam sawit pada batik. Wiwi mengaku baru pertama kali ini membatik menggunakan malam sawit. Selama ini, dia selalu membatik dengan menggunakan malam parafin.
‘’Pakai malam sawit (menggoreskan canting berisi malam) rasanya lancar, malam juga cepat melebar di kainnya. Baunya pun tidak menyengat. Kalau malam yang biasa (parafin), baunya menyengat,’’ terang Wiwi, saat menceritakan pengalamannya menggunakan malam sawit.
Wiwi pun mengakui lebih enak menggunakan malam sawit dibandingkan malam paraffin. Meski demikian, dia belum mengetahui hasil akhir penggunaan malam sawit pada batik karena baru pertama kali ini menggunakannya.
Malam sawit merupakan produk turunan minyak sawit. Sedangkan malam parafin merupakan produk turunan dari hasil pengolahan minyak bumi. Penggunaan malam sawit pada batik saat ini terus disosialisasikan oleh BPDPKS. Sebelum Cirebon, sosialisasi serupa juga telah dilaksanakan di Yogyakarta.
Kepala Divisi Usaha Kecil Menengah dan Koperasi (UKMK) BPDPKS, Helmi Muhansyah mengatakan, tujuan diadakannya sosialisasi malam sawit itu salah satunya adalah mengkampanyekan kebaikan sawit.
‘’Kita ingin menangkal black campaign terhadap sawit, yang sebenarnya merupakan perang dagang dari negara-negara Eropa. Kita ingin menunjukkan kebaikan sawit bukan hanya untuk korporasi besar, tapi untuk UMKM pun bisa, termasuk UMKM batik,’’ kata Helmi.
Helmi mengatakan, para pelaku UMKM batik bisa menggunakan malam sawit. Dengan cara itu pula, maka impor parafin kedepan bisa dikurangi bahkan dihilangkan. ‘’Kita berharap penggunaan malam sawit bisa mensubstitusi impor parafin. Kita manfaatkan produk dalam negeri untuk menggantikan produk impor,’’ katanya.
Dalam kegiatan sosialisasi itu, BPDPKS juga menggandeng Sm-Art Batik, yang selama ini dikenal sebagai pioner batik sawit. Tak hanya konsisten menggunakan malam sawit, Sm-Art Batik juga mampu memproduksi malam sawit sendiri dan mengembangkan motif-motif batik sawit.
CEO Sm-art Batik Miftahun Nur Ihsan mengatakan, mulai menggunakan malam sawit pada produk batiknya sejak Agustus 2023 dan konsisten hingga sekarang. Dia mengaku tertarik menggunakan malam sawit karena memiliki banyak keunggulan dibandingkan parafin. ‘’Kami tertarik menggunakan malam sawit karena bisa mensubstutusi parafin impor dengan produk lokal. Dampak ke lingkungan juga lebih aman karena sawit dari nabati,’’ kata Miftahudin.
Miftahudin mengatakan, sejauh ini pasar pun merespon dengan bagus produk batik malam sawit. ‘’Dari beberapa pameran yang kami ikuti, pasar sangat tertarik dengan batik malam sawit karena ini sesuatu yang baru. Di pameran internasional, mereka juga tertarik dan akhirnya membeli batik malam sawit,’’ kata Miftahudin.