Pimpinan MPR akan Temui Presiden dan Wapres Terdahulu Jelang Pelantikan Prabowo
Hasil pertemuan akan disampaikan kepada Prabowo untuk menjadi bahan masukan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan MPR RI berencana untuk menemui presiden dan wakil presiden terdahulu dalam rangka silaturahmi kebangsaan sebelum Prabowo Subianto dilantik sebagai presiden ke-8 RI. Dalam pertemuan itu, rencananya akan dibahas berbagai persoalan bangsa untuk selanjutnya diserahkan kepada Prabowo.
Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) menyebut pihaknya sudah melayangkan surat kepada presiden dan wakil presiden terdahulu serta ketua organisasi kemasyarakatan besar. Surat itu dibuat untuk menyampaikan niat pimpinan MPR bertemu guna membahas persoalan kebangsaan.
"Kita menunggu jawaban dari beberapa tokoh kapan bisa menerima kami sebagai pimpinan MPR," kata Bamsoet kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (7/5/2024).
Bamsoet menyebut, pertemuan pimpinan MPR dengan para tokoh bangsa itu terjadi di tengah masa transisi pemerintahan, dari Presiden Jokowi ke Prabowo Subianto. Karena itu, hasil pertemuan tersebut akan disampaikan kepada Prabowo untuk menjadi bahan masukan.
"Semuanya nanti kita simpulkan dan diserahkan kepada presiden terpilih (Prabowo)," kata Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu.
Dalam kesempatan itu, Bamsoet juga merespons rencana Prabowo membentuk presidential club, sebuah klub yang berisikan presiden terdahulu. Menurut dia, gagasan Prabowo itu sangat baik karena bisa membuat para pemimpin terdahulu kompak dan saling berkomunikasi terkait masalah kebangsaan.
Bahkan, kata dia, presidential club bisa diformalkan menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA). "Malah kalau bisa mau diformalkan, kita pernah punya lembaga Dewan Pertimbangan Agung yang bisa diisi oleh mantan-mantan presiden maupun wakil presiden. Kalau mau diformalkan, kalau Pak Prabowo-nya setuju," ujarnya.
DPA diketahui eksis di masa pemerintahan Soekarno dan Soeharto. DPA bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada presiden. Keberadaan lembaga itu dihapus pasca-reformasi 1998 karena dianggap tidak terlalu berguna.
Bamsoet mengingatkan bahwa menghidupkan kembali DPA harus melalui amandemen UUD 1945. Sebab, keberadaan DPA sudah dihapus dan diganti menjadi Dewan Pertimbangan Presiden ketika amandemen UUD usai reformasi 1998.